Mesut Özil memeluk erat trofi Piala Dunia FIFA 2014 setelah kemenangan Jerman atas Argentina di Stadion Maracanã, Brasil. Momen ini sering dianggap sebagai notasi terindah dalam kariernya, puncak dari orkestra permainan seorang maestro sebelum simfoninya perlahan meredup dalam kisah Mesut Özil yang penuh liku.
Dari lapangan kerikil Gelsenkirchen yang dijuluki “kandang monyet”, lahirlah seorang maestro sepak bola sunyi, Mesut Özil. Bakatnya bukanlah tentang kekuatan, melainkan tentang visi—kemampuan melihat geometri permainan yang tak kasat mata. Ia tidak menendang bola, melainkan merayunya untuk menari dalam sebuah orkestra sunyi yang hanya ada di kepalanya, mengubahnya menjadi salah satu playmaker paling jenius di generasinya.
KANALBERITA.COM - Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, Yose Rizal Damuri,…
KANALBERITA.COM - Perusahaan perangkat kreatif terkemuka, Canva, baru-baru ini mengumumkan peluncuran model desain AI fundamentalnya…
KANALBERITA.COM - Raksasa otomotif asal Korea Selatan, Hyundai Motor Group, menyatakan minat kuatnya untuk bergabung…
KANALBERITA.COM - Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia secara aktif menyiapkan koleksi bahan bacaan bertema gizi,…
KANALBERITA.COM - Rempah jahe telah lama dikenal sebagai bumbu dapur sekaligus obat tradisional, namun bagaimana sebenarnya…
KANALBERITA.COM - Belanda baru saja dinobatkan sebagai negara teraman di dunia untuk bepergian pada tahun…
This website uses cookies.