Nasional

Bukan Gelombang Panas, BMKG Ungkap Penyebab Suhu Terik di Indonesia

10
×

Bukan Gelombang Panas, BMKG Ungkap Penyebab Suhu Terik di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi cuaca panas

KANALBERITA.COM –  Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan suhu di Jakarta pada Jumat (17/10) akan mencapai 32 derajat Celcius, di tengah kondisi cuaca panas yang melanda sejumlah wilayah Indonesia akibat kombinasi posisi matahari dan Monsun Australia. Fenomena suhu menyengat yang dirasakan masyarakat ini dipastikan bukan merupakan gelombang panas dan diprediksi akan terus berlanjut hingga akhir Oktober atau awal November 2025.

Meskipun suhu udara terasa sangat panas dan tidak nyaman dalam beberapa waktu terakhir, BMKG menegaskan bahwa kondisi ini tidak dapat dikategorikan sebagai gelombang panas atau heatwave. Fenomena gelombang panas memiliki karakteristik yang berbeda dan umumnya terjadi di wilayah lintang menengah hingga tinggi, seperti Eropa dan Amerika.

Dalam penjelasan resminya, BMKG menyatakan bahwa suhu panas yang terjadi di Indonesia masih dalam rentang yang wajar secara klimatologis, meskipun peningkatannya cukup signifikan.

“Fenomena ini bukan akibat Gelombang Panas (Heatwave) seperti yang terjadi di negara-negara subtropis. Suhu di Indonesia masih dalam batas wajar, walaupun terasa tidak nyaman,” jelas BMKG melalui unggahan di media sosial, Kamis (16/10).

Lembaga tersebut menambahkan bahwa durasi cuaca panas ini sangat bergantung pada transisi menuju musim hujan di setiap daerah. “Kondisi panas ini kemungkinan masih berlangsung hingga akhir Oktober atau awal November 2025, tergantung pada waktu mulai masuknya musim hujan di masing-masing daerah,” lanjut pernyataan BMKG.

Kombinasi Faktor Pemicu Suhu Menyengat

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa ada dua faktor utama yang memicu kondisi suhu panas ekstrem di berbagai wilayah Indonesia. Faktor pertama adalah posisi gerak semu matahari yang pada bulan Oktober berada tepat di sekitar wilayah selatan ekuator.

“Posisi ini membuat wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan, seperti Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua, menerima penyinaran matahari yang lebih intens sehingga cuaca terasa lebih panas di banyak wilayah Indonesia,” kata Guswanto dalam keterangannya, Rabu (15/10).

Faktor kedua adalah pengaruh dari Monsun Australia yang menguat. Angin muson ini membawa massa udara yang bersifat kering dan hangat dari benua Australia. Akibatnya, potensi pembentukan awan menjadi sangat minim, sehingga radiasi matahari dapat mencapai permukaan bumi secara maksimal tanpa halangan.

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, menambahkan bahwa data menunjukkan suhu maksimum di atas 35 derajat Celcius tersebar luas. Beberapa daerah seperti Majalengka (Jawa Barat) dan Boven Digoel (Papua) bahkan mencatatkan suhu puncak hingga 37,6 derajat Celcius.

“Konsistensi tingginya suhu maksimum di banyak wilayah menunjukkan kondisi cuaca panas yang persisten, didukung oleh dominasi massa udara kering dan minimnya tutupan awan,” terang Andri.

Meskipun cuaca panas mendominasi, BMKG tetap mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap potensi hujan lokal yang bersifat konvektif, yang masih bisa terjadi pada sore hingga malam hari di beberapa wilayah.

 

Example 300x600