BANDUNG, Kanal Berita – – Pernyataan Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Nasaruddin Umar, mengenai rencana menggelar perayaan Natal bersama untuk pertama kalinya di Indonesia terus menuai respons dari berbagai kalangan. Pembela Ahlus Sunnah (PASS) Jawa Barat melalui Ketua Umumnya, Dani MR, S.Sos.I, mengeluarkan tanggapan resmi yang berisi tujuh poin penting terkait pernyataan kontroversial tersebut.
Rencana perayaan Natal bersama ini pertama kali disampaikan oleh Menag Prof. Nasaruddin Umar saat menghadiri acara Jalan Sehat Lintas Agama yang digelar di Kantor Kementerian Agama Thamrin, Jakarta, pada Ahad, 23 November 2025. Menag menyebut langkah ini sebagai wujud nyata merawat kerukunan dan kebersamaan di tengah keberagaman bangsa Indonesia.
Pernyataan Menag Dinilai Resahkan Masyarakat
Dalam poin pertama tanggapannya, PASS Jabar menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Menteri Agama RI jelas telah membuat resah masyarakat, khususnya umat Islam. Pernyataan tersebut bahkan berpotensi memicu polemik di kalangan masyarakat luas karena menuai pro dan kontra yang cukup signifikan.
Organisasi ini menilai bahwa pernyataan Menag mengandung makna ganda yang bisa disalah tafsirkan oleh berbagai pihak. Ketidakjelasan makna ini sangat berpotensi menimbulkan konflik horizontal di tengah masyarakat yang plural. Oleh karena itu, diperlukan klarifikasi yang jelas untuk menghindari interpretasi yang keliru.
Bertentangan dengan UUD 1945
Dalam poin kedua, PASS Jabar memberikan analisis yuridis terhadap rencana perayaan Natal bersama lintas agama. Jika yang dimaksud adalah menggelar acara Natal bersama dengan melibatkan semua agama yang ada di Indonesia (lintas agama), maka hal ini dinilai sebagai pernyataan yang menciderai undang-undang yang berlaku.
Organisasi ini merujuk pada Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Menurut PASS Jabar, dalam konteks ini, Natal bersama lintas agama jelas memaksakan salah satu keyakinan suatu agama kepada agama yang lain dengan dalih toleransi. Padahal jika ditelaah lebih mendalam, justru ini bukanlah toleransi yang sesuai dengan amanat undang-undang. Setiap agama memiliki keyakinan dan tata cara ibadah sendiri yang tidak mungkin dipaksakan atau disatukan dengan agama lainnya.
Konsep Toleransi dalam Islam
Poin ketiga menyoroti pemahaman tentang konsep toleransi dalam ajaran Islam. PASS Jabar mengingatkan bahwa Menag sebagai seorang Muslim seharusnya memahami bahwa ajaran Islam memiliki konsep toleransi yang sangat jelas dan tegas.
Konsep toleransi ini tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Kafirun yang berbunyi “lakum diynukum waliyadiin” yang berarti “bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” Makna ayat ini adalah menghormati keyakinan dan kepercayaan setiap agama dalam menjalankan ibadahnya masing-masing, bukan dengan saling mengakui kebenaran teologisnya.
Organisasi ini memperingatkan bahwa mengikuti ritual keagamaan lain dapat menyebabkan pelakunya murtad, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka orang itu termasuk bagian dari kaum itu” (Tasyabuh).
Bertentangan dengan Fatwa MUI
Dalam poin keempat, PASS Jabar menegaskan bahwa kegiatan Natal bersama lintas agama bertentangan dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 1981. Fatwa tersebut telah dengan jelas menyatakan bahwa mengikuti kegiatan Natal bersama bagi umat Islam hukumnya adalah haram.
Fatwa MUI ini menjadi rujukan penting bagi umat Islam Indonesia dalam menentukan sikap terhadap perayaan keagamaan lintas iman. Oleh karena itu, setiap rencana yang bertentangan dengan fatwa ini dianggap melanggar pedoman keagamaan yang telah ditetapkan oleh lembaga yang berwenang.
Permintaan Klarifikasi Resmi
Poin kelima berisi tuntutan tegas kepada Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar untuk memberikan klarifikasi yang jelas terkait maksud ucapannya. PASS Jabar menilai pernyataan Menag terkesan memiliki makna ganda atau multi-tafsir sehingga terkesan seperti “melempar bola api” atau sedang melakukan “tes the water” terhadap reaksi masyarakat.
Organisasi ini menduga bahwa jika mendapatkan penolakan dari masyarakat, maka pernyataan tersebut akan dimaknai lain dari maksud dan tujuan yang tersembunyi. Namun jika tidak mendapatkan reaksi penolakan, maka rencana tersebut akan dilaksanakan sebagaimana maksud aslinya, yaitu menggelar Natal bersama lintas agama.
Dengan tegas, PASS Jabar menyatakan penolakannya terhadap sikap dan kegiatan Natal bersama lintas agama tersebut, sejalan dengan sikap MUI yang telah difatwakan.
Larangan Penggunaan Atribut Natal
Menjelang momentum Hari Natal, PASS Jabar dalam poin keenam menyoroti fenomena yang sering ditemukan di masyarakat, khususnya di kalangan kaum Muslim yang ikut memeriahkan kegiatan Natal dengan dalih toleransi. Partisipasi ini dilakukan baik dengan cara mengucapkan selamat maupun menggunakan atribut perayaan Natal.
Organisasi ini mengingatkan bahwa umat Islam sudah memiliki panduan yang jelas yang dikeluarkan oleh MUI melalui Fatwa Nomor 56 Tahun 2016. Dalam fatwa tersebut, MUI dengan tegas meminta kepada pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya.
Fatwa MUI tersebut juga menekankan pentingnya menghormati keyakinan keagamaan dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan Muslim. Bahkan dalam fatwa tersebut terdapat klausul yang menyatakan bahwa pemerintah wajib mencegah dan menindak pihak-pihak yang membuat peraturan (termasuk ikatan atau kontrak kerja) dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada pegawai atau karyawan Muslim untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim.
Hotline Pengaduan Pelanggaran Akidah
Sebagai tindak lanjut dari tanggapannya, PASS Jabar dalam poin ketujuh mengumumkan pembukaan layanan hotline pengaduan. Organisasi ini menghimbau kepada seluruh kaum Muslim, khususnya yang berada di Bandung dan Jawa Barat, untuk melaporkan apabila mengalami atau melihat adanya pelanggaran akidah.
Pelanggaran yang dimaksud meliputi pemaksaan penggunaan atribut Natal maupun penyelenggaraan acara Natal bersama lintas agama. Laporan dapat disampaikan kepada Biro Hukum PASS Jabar melalui nomor hotline: 0857-0357-0043.
Langkah pembukaan hotline ini menunjukkan keseriusan PASS Jabar dalam mengawal pelaksanaan kebebasan beragama sesuai dengan keyakinan masing-masing, serta mencegah terjadinya pemaksaan dalam hal-hal yang berkaitan dengan akidah.
Tanggung Jawab Moral Merawat Toleransi
PASS Jabar menegaskan bahwa tanggapan ini dibuat sebagai sebuah tanggung jawab moral untuk tetap merawat toleransi dengan menggunakan akal sehat. Organisasi ini juga menekankan pentingnya menjaga kondusivitas agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tujuan akhirnya adalah agar Indonesia tetap menjadi milik bersama dalam perbedaan, dengan saling menghargai satu sama lain tanpa mencampuradukkan atau memaksakan perbedaan yang memang berbeda secara fundamental.
Perdebatan tentang Makna Toleransi
Tanggapan PASS Jabar ini menambah panjang daftar respons dari berbagai organisasi Islam terhadap rencana perayaan Natal bersama yang diumumkan Kementerian Agama. Kasus ini memicu perdebatan publik tentang makna dan batas-batas toleransi beragama di Indonesia.
Di satu sisi, ada pandangan yang melihat perayaan bersama sebagai wujud kerukunan dan kebersamaan dalam keberagaman. Di sisi lain, ada pandangan yang menekankan bahwa toleransi sejati adalah menghormati dan membiarkan setiap pemeluk agama menjalankan ibadahnya sesuai dengan keyakinan masing-masing, tanpa harus terlibat dalam ritual keagamaan yang lain.
Pentingnya Dialog dan Pemahaman Bersama
Perbedaan pandangan ini menunjukkan pentingnya dialog dan komunikasi yang efektif di antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, tokoh agama, organisasi masyarakat, dan publik secara luas. Diperlukan pemahaman bersama tentang konsep toleransi yang tidak hanya menghormati keberagaman, tetapi juga menghormati batasan-batasan teologis setiap agama.
Klarifikasi dari Kementerian Agama mengenai maksud sebenarnya dari rencana perayaan Natal bersama menjadi sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat memicu ketegangan di masyarakat. Transparansi dan keterbukaan dalam komunikasi publik adalah kunci untuk menjaga harmoni sosial di tengah keberagaman bangsa Indonesia.
Dengan adanya berbagai tanggapan dari organisasi-organisasi Islam ini, diharapkan pemerintah dapat mempertimbangkan dengan matang setiap kebijakan yang menyangkut isu-isu sensitif keagamaan, sehingga kerukunan dan kedamaian yang telah terbangun dapat terus terjaga.[ ]








