HeadlineNasional

Program MBG Dipertanyakan, Mengapa Burger Bukan Pangan Lokal?

18
×

Program MBG Dipertanyakan, Mengapa Burger Bukan Pangan Lokal?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi

KANALBERITA.COM – Ahli gizi terkemuka, dr. Tan Shot Yen, baru-baru ini melayangkan kritik tajam terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) di hadapan Komisi XI DPR RI pada Senin (22/9). Ia menyuarakan kegelisahannya atas menu yang dinilai jauh dari nilai gizi optimal dan bertentangan dengan prinsip kedaulatan pangan nasional, menyoroti pemberian menu seperti burger yang sering muncul dalam paket MBG.

Dalam sebuah audiensi yang membahas MBG, dr. Tan secara berapi-api menyuarakan kegelisahannya. Salah satu yang paling disoroti adalah menu burger yang kerap muncul dalam paket MBG di berbagai daerah. “Yang terjadi, dari Lhoknga (Aceh) sampai dengan Papua, yang dibagi [dalam MBG] adalah burger,” ujarnya, dikutip dari YouTube TV Parlemen.

Ia menyoroti bahan dasar roti burger yang terbuat dari tepung terigu. “Tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia. Anak muda enggak pernah tahu bahwa gandum tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia,” tambahnya, mempertanyakan kesesuaian bahan non-lokal tersebut. Selain itu, isian burger yang seringkali berupa daging olahan juga dinilainya jauh dari kata sehat, memicu pertanyaan kritis, “Ini mau sampai kapan [anak] makannya burger?”

Urgensi Pangan Lokal untuk Gizi Berkelanjutan

Alih-alih menyajikan makanan asing, dr. Tan mendorong penerapan kedaulatan pangan nasional dalam program MBG. Ia menuntut pemerintah agar mengalokasikan 80 persen isi MBG untuk menu lokal di seluruh wilayah Indonesia, demi memastikan anak-anak mendapatkan asupan gizi yang relevan dan kaya potensi daerah. “Saya pengin anak Papua bisa makan ikan kuah asam. Saya pengin anak Sulawesi bisa makan kapurung,” tegasnya, mencontohkan kekayaan kuliner Nusantara. Meskipun memahami bahwa sebagian anak mungkin belum terbiasa dengan pangan lokal, dr. Tan menegaskan bahwa dapur MBG tidak boleh menjawab keinginan anak yang cenderung tidak sehat. “Ya, kalau [anak] request-nya cilok, mati kita!” imbuhnya, memperingatkan bahaya mengikuti preferensi yang kurang gizi.

Video kritik dr. Tan ini pun cepat viral di media sosial, mendapatkan respons positif dari banyak warganet. Seorang pemilik akun @rina_alfiary14 bertanya, “Saya heran menu MBG kok ada burger-nya. Pertanyaannya, apakah itu termasuk menu sehat? Bukannya itu junk food?”

Bahkan, seorang dokter anak di Flores, dengan akun @dr.huma_kidz, turut menyuarakan ironi pola makan anak. “Ironis sekali, laut kami melimpah dengan ikan, tapi anak-anak justru lebih suka biskuit, wafer, dan gula-gula. Di desa, praktik pemberian makan sering tidak tepat, anak terbiasa jajanan, akhirnya malas makan, dan jatuh pada malnutrisi.. di tengah tanah yang sesungguhnya kaya protein hewani,” tulisnya.

Di tengah kritik ini, program MBG juga tengah disorot karena beberapa kasus keracunan makanan, termasuk insiden parah di Kabupaten Bandung Barat yang menimpa 842 siswa, mempertegas urgensi evaluasi menyeluruh terhadap implementasi program ini.

 

Example 300x600