BANDUNG, Kanal Berita – – Langkah Presiden Prabowo Subianto yang melakukan perombakan kabinet untuk ketiga kalinya dalam masa jabatan yang belum genap satu tahun menuai kritik dari berbagai kalangan. Reshuffle terbaru ini menghadirkan sejumlah wajah baru di posisi strategis seperti Menteri Keuangan, Menko Polkam, Kementerian Haji dan Umroh, serta beberapa Wakil Menteri dan pejabat penting lainnya.
Ketua Umum Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali M.Dai, memberikan penilaian kritis terhadap langkah perombakan kabinet tersebut. Menurutnya, perubahan yang dilakukan masih jauh dari harapan masyarakat yang menginginkan transformasi signifikan dalam pengelolaan negara.
“Bongkar pasang kabinet ini justru menimbulkan banyak pertanyaan masyarakat, apakah reshuffle ini benar-benar untuk memperkuat kinerja, atau justru sekadar konsolidasi politik dan memenuhi tuntutan masyarakat? Atau apa?” ungkap KH Athian dengan nada mempertanyakan.
Kritik tajam dilontarkan terkait substansi dari perombakan kabinet yang dinilai tidak menyentuh permasalahan fundamental bangsa. KH Athian bahkan menilai bahwa reshuffle kali ini justru bertentangan dengan semangat efisiensi dan efektivitas yang kerap dikampanyekan Prabowo.
“Semakin gendut pemerintahan, semakin sulit koordinasi antar kementerian. Kompleksitas meningkat, evaluasi makin berat, dan jangan ada risiko pemborosan anggaran negara. Sementara rakyat justru diminta berhemat, pajak dinaikkan, sulitnya lapangan kerja dan sebagainya,” terang KH Athian dengan menyoroti ironi kebijakan pemerintah.
Sorotan khusus juga diberikan terhadap komposisi kabinet yang masih didominasi oleh figur-figur dari era pemerintahan sebelumnya. Merujuk pada analisis pengamat politik, KH Athian menyebutkan bahwa setidaknya 17-18 orang menteri masih merupakan orang-orang yang pernah bertugas di kabinet Jokowi.
“Ini ada kesan dan semakin menguatkan bahwa Prabowo masih di bawah bayang-bayang Jokowi. Padahal yang diinginkan rakyat pak Prabowo adalah berdiri tegak sesuai kekuasaan yang telah diamanahkan rakyat pada Pilpres lalu,” imbuhnya dengan menekankan pentingnya kemandirian kepemimpinan.
Aspek lain yang menjadi perhatian adalah pola rekrutmen dalam kabinet yang dinilai masih kental dengan nuansa politik transaksional. KH Athian mengamati bahwa masuknya tokoh-tokoh baru dalam kabinet Prabowo masih terkesan sebagai bentuk politik balas budi, yang merupakan tren yang telah berlangsung sejak pemilu sebelumnya.
“Tentu sangat disayangkan ketika menempatkan orang-orang penting lebih karena kedekatan personal dan balas budi, bukan kapasitas dan keahliannya,” imbuh KH Athian dengan menyoroti pentingnya merit system dalam penempatan pejabat.
Meskipun memberikan kritik keras, KH Athian tetap menunjukkan optimisme terhadap pemerintahan Prabowo. Ia berharap akan ada perubahan fundamental yang lebih baik di masa mendatang, khususnya dalam aspek ekonomi yang berkeadilan dan penegakan hukum yang konsisten.
Harapan tersebut juga meluas kepada institusi penegak hukum, khususnya Kepolisian Republik Indonesia. KH Athian menyoroti pentingnya regenerasi kepemimpinan di tubuh Polri, terutama setelah berbagai peristiwa yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
“Sampai sekarang Kapolri juga belum diganti padahal dengan adanya insiden demonstrasi akhir Agustus lalu yang banyak menimbulkan korban jiwa, rakyat berharap Kapolri diganti. Selain itu dia kan sudah lama juga jadi Kapolri sehingga perlu penyegaran di institusi penegak hukum tersebut,” pungkas KH Athian.
Kritik yang disampaikan FUUI ini mencerminkan kegelisahan sebagian masyarakat terhadap arah kebijakan pemerintahan Prabowo. Di satu sisi, masyarakat mengharapkan perubahan yang revolusioner setelah memberikan mandat melalui pemilu, namun di sisi lain perombakan yang dilakukan dinilai belum mampu menjawab tantangan fundamental yang dihadapi bangsa.
Perombakan kabinet yang dilakukan Prabowo memang menunjukkan upaya untuk memperkuat tim pemerintahan, namun efektivitasnya dalam menyelesaikan persoalan bangsa masih menjadi tanda tanya besar. Kritik dari berbagai kalangan, termasuk FUUI, dapat menjadi bahan evaluasi untuk memastikan bahwa setiap perubahan dalam struktur pemerintahan benar-benar berdampak positif bagi kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat. [ ]








