HeadlineNasional

OJK Ungkap Penipuan Keuangan Digital, Rp8,2 Triliun Dana Masyarakat Hilang

×

OJK Ungkap Penipuan Keuangan Digital, Rp8,2 Triliun Dana Masyarakat Hilang

Sebarkan artikel ini
OJK
Kantor OJK ( foto: wartaekonomi)

JAKARTA, Kanal Berita – –  Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan data yang sangat mengkhawatirkan terkait kejahatan keuangan digital di Indonesia. Melalui Indonesia Anti Scam Centre (IASC), OJK mencatat bahwa total kerugian yang dialami masyarakat akibat berbagai modus penipuan (scam) di sektor jasa keuangan telah mencapai angka Rp8,2 triliun hingga Oktober 2025. Angka fantastis ini menunjukkan betapa masifnya kejahatan keuangan digital yang mengancam masyarakat dan memerlukan kewaspadaan tinggi dari semua pihak.

 

Sebagian Kecil Dana Berhasil Diselamatkan

Dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulan November 2025, Kepala Eksekutif Pengawasan Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyampaikan laporan komprehensif mengenai penanganan kasus-kasus penipuan di sektor keuangan. Dari total kerugian yang mencapai Rp8,2 triliun tersebut, dana korban yang berhasil diblokir dan diamankan oleh pihak berwenang baru mencapai Rp389,3 miliar.

“Sejauh ini, total kerugian dana yang telah dilaporkan sebesar Rp8,2 triliun dan total dana korban yang sudah diblokir sebesar Rp389,3 miliar. IASC akan terus meningkatkan kapasitasnya mempercepat penanganan kasus penipuan di sektor keuangan,” kata Friderica dalam pernyataannya yang dikutip dari Warta Ekonomi, Sabtu, 13 Desember 2025.

Angka dana yang berhasil diselamatkan ini hanya mencerminkan sekitar 4,7 persen dari total kerugian yang dilaporkan, menunjukkan betapa cepatnya pelaku kejahatan menguras dan memindahkan dana hasil kejahatannya sebelum pihak berwenang dapat mengambil tindakan.

 

Ratusan Ribu Rekening Terlibat

Friderica juga mengungkapkan data terkait jumlah rekening yang terlibat dalam kasus-kasus penipuan ini. Berdasarkan laporan yang masuk, terdapat sebanyak 619.394 rekening yang dilaporkan memiliki keterkaitan dengan aktivitas penipuan. Dari jumlah tersebut, pihak berwenang telah berhasil memblokir sebanyak 117.301 rekening untuk mencegah penyalahgunaan lebih lanjut.

Pemblokiran rekening ini merupakan langkah krusial dalam upaya menghentikan aliran dana hasil kejahatan dan mencegah pelaku menggunakan rekening-rekening tersebut untuk melancarkan aksi penipuan lebih lanjut. Namun, jumlah rekening yang berhasil diblokir (sekitar 19 persen) masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan total rekening yang dilaporkan, menunjukkan tantangan besar dalam penanganan kejahatan siber di sektor keuangan.

 

Volume Laporan yang Masif

IASC sebagai pusat pelaporan dan penanganan kasus penipuan di sektor keuangan telah menerima volume laporan yang sangat besar. Total laporan yang diterima mencapai 373.129 kasus, yang terdiri dari dua jalur pelaporan berbeda.

Jalur pertama adalah laporan yang disampaikan oleh korban melalui Pelaku Usaha Sektor Keuangan (PUJK), seperti bank dan penyedia sistem pembayaran. Setelah diterima oleh PUJK, laporan-laporan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam sistem IASC untuk ditindaklanjuti. Melalui jalur ini, tercatat sebanyak 202.426 laporan yang masuk.

“Sedangkan 170.703 laporan langsung dilaporkan oleh korban ke dalam sistem IASC,” tambah Friderica menjelaskan jalur pelaporan kedua.

Jalur kedua adalah pelaporan langsung yang dilakukan oleh korban ke dalam sistem IASC tanpa melalui perantara PUJK. Melalui mekanisme ini, sebanyak 170.703 laporan telah diterima dan diproses oleh IASC.

Volume laporan yang sangat besar ini mencerminkan tingginya frekuensi kejadian penipuan sektor keuangan yang menimpa masyarakat, sekaligus menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kejahatan yang mereka alami kepada pihak berwenang.

 

Sanksi Administratif untuk Pelaku Usaha

Dalam rangka penegakan ketentuan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan, OJK telah mengambil langkah-langkah tegas terhadap Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) yang melanggar ketentuan. Selama periode 1 Januari 2025 hingga 30 November 2025, OJK telah menjatuhkan berbagai jenis sanksi administratif.

Sanksi yang dijatuhkan terdiri dari tiga kategori utama. Pertama, sebanyak 157 Peringatan Tertulis telah dikeluarkan kepada 130 PUJK yang dinilai melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perlindungan konsumen. Peringatan tertulis ini merupakan bentuk sanksi administratif awal yang bertujuan untuk mengingatkan dan memberikan kesempatan kepada PUJK untuk memperbaiki praktik bisnisnya.

Kedua, OJK telah mengeluarkan 37 Instruksi Tertulis kepada 37 PUJK. Instruksi tertulis ini merupakan perintah yang lebih tegas yang mengharuskan PUJK untuk melakukan tindakan perbaikan tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Ketiga, sanksi yang paling berat berupa sanksi denda telah dijatuhkan sebanyak 43 kali kepada 40 PUJK. Sanksi denda ini merupakan hukuman finansial yang dijatuhkan kepada pelaku usaha yang terbukti melakukan pelanggaran serius terhadap ketentuan perlindungan konsumen.

 

Penggantian Kerugian Konsumen

Dalam catatan positif, OJK mencatat bahwa terdapat upaya dari PUJK untuk bertanggung jawab atas kerugian yang dialami konsumen. Pada periode 1 Januari hingga 16 November 2025, tercatat sebanyak 165 PUJK telah melakukan penggantian kerugian kepada konsumen yang dirugikan.

Total nilai penggantian kerugian yang telah dilakukan mencapai Rp79,6 miliar dalam mata uang rupiah, ditambah dengan USD3,281 atau setara dengan sekitar Rp51,4 juta (dengan asumsi kurs Rp15.650 per dolar AS). Penggantian kerugian ini menunjukkan adanya tanggung jawab dari sebagian PUJK untuk menyelesaikan permasalahan dengan konsumen mereka, meskipun nilainya masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total kerugian keseluruhan.

 

Tantangan Kejahatan Keuangan Digital

Maraknya kasus penipuan di sektor jasa keuangan ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi dalam era digitalisasi keuangan. Kemudahan akses dan transaksi keuangan digital yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat justru dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk melancarkan berbagai modus penipuan.

Modus-modus penipuan yang sering terjadi antara lain adalah phishing (pencurian data melalui situs atau aplikasi palsu), vishing (penipuan melalui telepon), smishing (penipuan melalui SMS), social engineering (memanipulasi korban untuk memberikan informasi sensitif), hingga investasi bodong yang menjanjikan keuntungan tidak wajar.

 

Komitmen IASC Meningkatkan Kapasitas

Menghadapi tantangan besar ini, IASC menegaskan komitmennya untuk terus meningkatkan kapasitas dalam menangani kasus-kasus penipuan di sektor keuangan. Peningkatan kapasitas ini meliputi berbagai aspek, mulai dari penambahan sumber daya manusia, peningkatan teknologi deteksi dan pencegahan penipuan, hingga penguatan koordinasi dengan berbagai pihak terkait seperti perbankan, kepolisian, dan lembaga terkait lainnya.

Kecepatan penanganan kasus menjadi kunci utama dalam upaya menyelamatkan dana korban. Semakin cepat laporan diterima dan ditindaklanjuti, semakin besar peluang untuk memblokir dana sebelum dipindahkan oleh pelaku kejahatan.

 

Himbauan Kewaspadaan kepada Masyarakat

Data kerugian yang mencapai Rp8,2 triliun ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan dalam bertransaksi keuangan, terutama melalui platform digital. Masyarakat diimbau untuk selalu:

  1. Tidak memberikan informasi pribadi atau data keuangan kepada pihak yang tidak jelas identitasnya
  2. Memverifikasi keaslian situs web atau aplikasi sebelum melakukan transaksi
  3. Waspada terhadap tawaran investasi dengan return yang tidak wajar
  4. Tidak mudah tergiur dengan promo atau hadiah yang mencurigakan
  5. Segera melaporkan kepada pihak berwenang jika menjadi korban atau menemukan indikasi penipuan

 

Pentingnya Edukasi Literasi Keuangan

Kasus-kasus penipuan yang masif ini juga menyoroti pentingnya edukasi literasi keuangan di kalangan masyarakat. Banyak korban yang terjebak karena kurangnya pemahaman tentang cara kerja produk dan layanan keuangan yang sah, sehingga mudah tertipu oleh modus-modus yang sebenarnya dapat dihindari dengan pengetahuan yang memadai.

OJK dan IASC perlu terus menggencarkan program edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya kelompok-kelompok yang rentan menjadi sasaran penipuan. Kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk media massa, komunitas, dan lembaga pendidikan, sangat diperlukan untuk memperluas jangkauan edukasi ini.

Dengan kombinasi antara peningkatan kapasitas penanganan kasus, penegakan hukum yang tegas, dan edukasi yang masif, diharapkan angka kerugian akibat penipuan di sektor jasa keuangan dapat ditekan secara signifikan di masa mendatang. [ ]

Example 300x600
UMR
Bisnis

BANDUNG, Kanal Berita – – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2026 melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor : 561.7/Kep.862-Kesra/2025 tanda…