BANDUNG, Kanal Berita – Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) mengungkapkan penolakan keras terhadap usulan penggunaan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS) untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis (MBG). Usulan tersebut sebelumnya dilontarkan oleh Ketua DPD Sultan Najamuddin sebagai solusi untuk menutupi kekurangan anggaran program MBG.
Ketua Umum FUUI, KH Athian Ali, menyoroti kecenderungan para calon pemimpin yang kerap mengumbar janji tanpa perencanaan matang. Menurutnya, fenomena ini kerap terjadi dalam setiap momentum pemilihan, baik di tingkat daerah maupun nasional, di mana para kandidat berlomba memberikan janji-janji program tanpa kajian mendalam mengenai implementasi dan sumber pendanaannya.
“Kenyataannya ya seperti ini, mereka mau melaksanakan tetapi tidak tahu dari mana dananya. Bagaimana pelaksanaanya dan seterusnya tidak terpikirkan sebelumnya. Contohnya sekarang mau melaksanakan janji, mereka sudah melakukan kegaduhan dengan sumber dananya dari mana tidak tahu,” ungkap KH Athian akhir pekan lalu.
Ulama senior ini mengkritisi pola pemerintah yang cenderung mengandalkan dana umat Islam ketika menghadapi kesulitan pendanaan. Ia mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam memperhatikan aspek-aspek fundamental kehidupan beragama umat Islam, seperti pelaksanaan shalat, puasa, dan haji, namun justru lebih fokus pada pemanfaatan dana-dana yang dimiliki umat Islam.
KH Athian menegaskan bahwa pengelolaan zakat oleh pemerintah seharusnya menjadi bagian dari implementasi syariat Islam secara menyeluruh, bukan sekadar mengambil manfaat finansialnya saja.
“Jangan hanya memikirkan bagaimana memanfaatkan dana-dana (kekayaan) yang ada pada umat Islam, zakat, wakaf, fidyah dan sebagainya. Mengapa tiba-tiba pemerintah memperhatikan hal itu? Mengapa urusan haji sampai repot seperti itu. Serahkan saja pada swasta untuk menangani masalah haji,” jelasnya.
Lebih lanjut, KH Athian menggarisbawahi adanya inkonsistensi dalam sikap pemerintah terhadap umat Islam. Di satu sisi, ketika umat Islam menuntut penerapan hukum Islam, mereka kerap dilabeli sebagai kelompok radikal atau teroris. Namun di sisi lain, pemerintah tidak ragu untuk memanfaatkan dana-dana umat Islam untuk berbagai program.
“Kalau menurut saya ini ide yang ngawur dan asal bicara saja. Lagian yang perlu diingatkan atau dikritisi adalah siapa sasaran program tersebut?. Kalau mau diambilkan dari dana zakat, kan penggunaan zakat itu ada aturannya. Misalnya siapa yang wajib menunaikan zakat dan siapa yang berhak menerima zakat?” tegasnya.
KH Athian menilai bahwa usulan tersebut mencerminkan ketidakpahaman terhadap aturan Islam, khususnya terkait pengelolaan dan distribusi zakat. Ia menyarankan agar pihak-pihak yang belum memahami aturan Islam sebaiknya tidak membuat pernyataan yang dapat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
“Saya yakin umat Islam, khususnya para ulama mengerti dan paham betul bagaimana aturan Islam itu ditegakkan. Bagaimana sumber zakat, mengelola dan menyalurkan dana zakat. Saya yakin umat Islam paling mengerti hal itu. Sekiranya pemerintah ingin mengelolanya tentu kita sangat setuju. Memang idealnya pemerintah itu yang mengelola zakat tetapi harus profesional dan terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan secara syariat Islam maupun hukum negara,” pungkasnya.
Kontroversi ini muncul di tengah upaya pemerintah mencari sumber pendanaan alternatif untuk program MBG. Namun, usulan penggunaan dana zakat ini mendapat penolakan keras dari kalangan ulama karena dianggap tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan prinsip-prinsip pengelolaan zakat yang telah diatur dalam agama Islam.