BANDUNG, Kanal Berita – Beredar kabar viral sebanyak 18 anggota Paskibraka Nasional 2024 yang diminta melepaskan hijab saat pengukuhan di Istana Garuda Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, Selasa (13/8/2024).
Menanggapi hal tersebut, Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) menilai bahwa pelarangan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka yang bertugas pada upacara HUT Kemerdekaan RI di IKN bukan hanya mengejutkan akan tetapi juga membuktikan bahwa IKN adalah ladang kemaksiatan. Sungguh keberanian luar biasa untuk menentang hukum Allah.
Bahwa penyesatan akidah berwujud pada ritual-ritual mistik yang berbau syirk. Dari air dan tanah keramat, mengundang Jin, hingga mantera dan dupa-dupa yang konon sarana interaksi alam ghaib. Dukun atau paranormal aktif berpartisipasi melakukan “penyelarasan alam”;
“Penentangan syari’at dilakukan dengan pelarangan jilbab setiba delegasi di IKN. 18 anggota Paskibraka menjadi korban “pembantaian” panitia. Sungguh biadab perilaku merobek ketaatan pada aturan agama tersebut,” ungkap K.H. Athian Ali M Da”i, Lc., M.A. selaku Ketua FUUI dalam keterangan tertulis, Rabu (15/8/2024)
Kyai Athian menambahkan penanggung jawab Paskibraka adalah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) pimpinan Prof. Yudian Wahyudi, karenanya pelarangan jilbab tidak bisa dipisahkan dari kebijakan BPIP. BPIP harus mendapat sanksi berat baik moral maupun hukum.
Selain itu Presiden Jokowi telah mengukuhkan Paskibraka yang bertugas di IKN dengan kondisi perempuan muslimah yang terlucuti. Jokowi turut terlibat atas kebijakan pelarangan jilbab tersebut sekurang-kurangnya melakukan pembiaran atas terjadinya kezaliman;
Atas dasar hal-hal tersebut di atas, Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) menyatakan sikap sebagai berikut :
Pertama, mengecam keras tindakan BPIP yang telah mengambil kebijakan melarang Paskibraka perempuan untuk mengenakan jilbab. Perbuatan menentang hukum Allah ini dikhawatirkan dapat memancing murka dan adzab Allah.
“Kedua, mendesak pembubaran BPIP karena kebijakannya telah berulang-ulang kontroversial dan kontra-produktif. BPIP bukan berfungsi sebagai “Pembina Pancasila” tetapi sebaliknya menjadi “Perusak Pancasila”, imbuh Kyai Athian.
Ketiga, memproses hukum Prof. Yudian Wahyudi atas berbagai sikap keagamaan yang dapat dikualifikasi sebagai penistaan agama. Pasal 156a KUHP dapat dikenakan padanya;
“Keempat, mendukung desakan berbagai pihak agar IKN dibatalkan, di samping karena persoalan dana pembangunan yang minim, juga pemborosan dan korupsi yang terbuka. Perpindahan ibu kota negara bukan prioritas bagi rakyat dan bangsa Indonesia,” tambahnya.
Kelima, mengimbau Presiden Jokowi untuk bertaubat atas berbagai kemaksiatan yang telah dilakukan oleh diri dan rezimnya di IKN. Mencopot Kepala BPIP Yudian Wahyudi jika larangan berjilbab itu dilakukan tanpa sepengetahuan Presiden Jokowi.