MATARAM, Kanal Berita – Dengan mengenakan pakaian olahraga, sebanyak 25 siswa sekolah dasar melakukan tamasya pagi ke Museum Umum Nusa Tenggara Barat (NTB) di Kota Mataram untuk mendalami bukti sejarah di situs purbkala.
Sesampainya di museum, Naura Sauzan Karima (10) mengenakan sarung tangan karet berwarna biru. Karena jari-jarinya yang mungil, ia kesulitan mengenakan sarung tangan berukuran dewasa. Akhirnya, dia harus meminta bantuan ibunya.
Naura bersama 24 siswa lainnya dari tujuh sekolah di Lombok, salah satu pulau utama Nusa Tenggara Barat, mengikuti kegiatan “Ayo Belajar Bersama, Arkeolog Muda”.
Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Museum NTB bekerja sama dengan Ikatan Arkeolog Indonesia (IAAI). Untuk kegiatan tersebut, enam kotak galian berbentuk persegi berukuran 100×100 sentimeter (cm) berisi pasir dan koral ditempatkan di dalam tenda. Ketebalan kotak berkisar antara 20 hingga 30 cm. Beberapa benda arkeologi kecil terkubur di dalam kotak.
Para siswa diberikan alat penggalian sederhana seperti spatula plastik dan sikat untuk menggali benda-benda bernilai sejarah dan budaya yang terkubur. Naura, siswa SDN 5 Masbagik Utara, Kabupaten Lombok Timur, yang terletak 47 kilometer dari Museum NTB, bersama siswa lainnya menjelajahi kotak galian berlabel “E”.
Panitia telah membagi area penggalian untuk memberikan ruang bagi siswa untuk melakukan aktivitas.
Prosesnya lambat. Para siswa diajari cara menyikat pasir selapis demi selapis secara hati-hati dengan harapan dapat menemukan benda atau artefak arkeologi secara utuh, yakni tanpa kerusakan.
Naura yang saat ini duduk di bangku kelas empat SD ditugaskan di area utara situs. Namun, dia tidak menemukan benda apa pun di sana, jadi dia pindah ke wilayah barat.
Di sana, dia menemukan tulang. Di bawah kotak penggalian E, ditemukan sebuah kendi perhiasan. Beberapa siswa menemukan fosil terumbu karang dan kerang laut di kotak lain. Ada pula yang menemukan beras hitam dan arang.
Penemuan kerangka manusia dan perhiasan menandakan bahwa situs tersebut merupakan makam prasejarah. Pada zaman dahulu, jenazah sering kali dikuburkan dengan perhiasan. Kekayaan dianggap sebagai bekal untuk memasuki alam lain.
Penemuan terumbu karang dan kerang laut menandakan bahwa lokasi penggalian dulunya merupakan lautan yang mengering akibat aktivitas geologi. Sementara itu, ditemukannya beras hitam dan arang menunjukkan bahwa area penggalian telah terbakar atau tertimbun material vulkanik.
Dengan penemuan tersebut, para mahasiswa muda mengetahui tentang profesi arkeolog yang berperan besar dalam mengungkap sejarah peradaban manusia masa lalu. Bahkan, ada pula yang, seperti Naura, menyatakan minatnya menjadi arkeolog.
Museum NTB mengadakan kegiatan arkeolog muda tersebut selama dua hari pada tanggal 22 dan 23 Oktober 2024. Hari pertama diperuntukkan bagi siswa SD dan hari kedua diperuntukkan bagi siswa SMP.
Gambar penuh
Proses penggalian yang berlangsung sekitar 45 menit ini memberikan anak-anak wawasan nyata dan gambaran tiga dimensi penggalian peninggalan purbakala. Barang-barang yang mereka temukan disusun menurut jenis dan kegunaannya. Mereka pun mencatat temuannya secara detail pada selembar kertas.
Setelah penggalian selesai, masing-masing tim diminta mempresentasikan temuannya di hadapan peserta lainnya. Kemudian, mereka diajak masuk ke ruang pameran untuk melihat koleksi artefak kuno yang tersimpan rapi di Museum NTB.
Efraim Tefa, 58, guru biologi dan IPS dari SD Kristen Altehia Mataram, mengatakan metode pembelajaran di sekolah yang menggunakan buku pelajaran atau menonton film tidak banyak menjelaskan bagaimana para arkeolog bekerja di lapangan.
Dengan mengikuti kegiatan tersebut, para pelajar muda mendapatkan gambaran yang baik tentang suatu kegiatan penggalian di lapangan. Mereka tidak perlu membayangkan proses penggalian, namun menggunakan tangan mereka dengan terampil untuk dengan sabar mengikis lapisan pasir.
Ketika ditanya tentang cita-citanya, seringkali anak-anak menjawab ingin menjadi dokter, polisi, tentara, atau astronot. Kini, aktivitas arkeolog muda telah menginspirasi mereka untuk menjadi arkeolog.
Harapan yang tinggi
IAAI mengakui kekayaan sejarah dan budaya Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur, yang juga dikenal sebagai Ekoregion Kepulauan Sunda Kecil. Namun, jumlah peneliti arkeologi di wilayah tersebut hanya sekitar 170 orang. Banyak dari mereka kini sudah tua, pensiun, dan secara fisik tidak mampu melakukan penelitian.
Garis Wallace yang terletak di Selat Lombok memisahkan zona eko Asia dan Australia.Para arkeolog telah menemukan keramik, periuk, gerabah, dan porselen di wilayah Sunda Kecil yang diyakini pernah digunakan dalam ritual di masa lalu.
Kekayaan sejarah dan budaya kawasan memberikan peluang besar bagi para arkeolog untuk melakukan penelitian atau penggalian. Kini, para arkeolog muda yang bercita-cita tinggi ini berharap bahwa penelitian tentang era prasejarah dan sejarah manusia di wilayah tersebut akan terus berlanjut.(Antara)