JAKARTA, Kanal Berita — Saat ini kita sudah memasuki bulan Syaban dan sebentar lagi akan hadir bulan mulia yakni bulan Ramadhan. Bulan Syaban yang menempati posisi kedelapan dalam kalender Hijriah memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Berbagai keutamaan dan keistimewaan bulan ini diungkapkan oleh Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda.
Menurut Kiai Miftah, sapaan akrabnya, kata Syaban berakar dari kata ‘Syakbun’ yang memiliki arti akar atau berserakan. Penamaan bulan ini memiliki beberapa latar belakang historis yang menarik, termasuk tradisi masyarakat Arab kala itu yang kerap melakukan aktivitas berserakan untuk berbagai keperluan setelah bulan Rajab.
“Kemudian kata Syakban ini dijadikan nama bulan ke delapan dalam kalender hijriah yang jatuh sesudah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan,” ujar Kiai Miftah dilansir dari republika online.
Dalam perspektif sejarah Islam, bulan Syaban mencatat peristiwa monumental berupa peralihan arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha di Quds menuju Ka’bah di Makkah. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada 17 Syaban tahun 8 Hijriah saat pelaksanaan shalat Dzuhur.
Keistimewaan bulan Syaban juga terletak pada statusnya sebagai periode pencatatan amal perbuatan manusia yang akan dilaporkan kepada Allah SWT. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Nasa’i, di mana Rasulullah SAW bersabda, “Ini adalah bulan di mana manusia melalaikannya (dari amal sholeh). Ia adalah bulan antara bulan Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan di mana amal-amal akan diangkat kepada Tuhan alam semesta. Dan aku senang amalanku diangkat ketika aku berpuasa.” (HR An-Nasai dan Abu Dawud)
Momen spesial lainnya dalam bulan Syaban adalah malam Nisfu Syaban. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA, malam ini memiliki keistimewaan khusus di mana Allah SWT memberikan pengampunan kepada hamba-hamba-Nya yang memohon ampunan.
Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW bersabda, “Malam ini adalah malam Nisfu Sya’ban. Sesungguhnya Allah SWT melihat kepada hamba-hamba-Nya pada malam Nisfu Sya’ban dan memberi ampunan kepada mereka yang memohon ampunan, memberi rahmat kepada mereka yang meminta rahmat dan mengakhirkan mereka yang menyimpan dendam.”
Kiai Miftah menganjurkan umat Islam untuk memaksimalkan bulan Syaban dengan berbagai amal ibadah. “Kalau pun kita tidak mampu untuk memperbanyak amal perbuatan yang baik, maka setidaknya kita mencegah untuk tidak berbuat durhaka kepada Allah SWT dengan tidak meninggalkan hal yang wajib, tidak menyakiti orang lain dengan tindakan fisik, ucapan, ujaran kebencian, mengadu domba, fitnah atau yang lainnya baik secara langsung maupun lewat media sosial,” jelasnya.
Bulan Syaban juga dipandang sebagai masa persiapan menuju Ramadhan. Rasulullah SAW sendiri memberikan teladan dengan meningkatkan intensitas ibadahnya di bulan ini. “Semoga kita dapat memaksimalkan keutamaan dan keistimewaan bulan Syaban sebagai pemanasan menuju bulan suci Ramadhan. Mari kita berusaha untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas ibadah kita, serta berpuasa sebagai persiapan menghadapi bulan yang penuh berkah dan ampunan,” pungkas Kiai Miftah.
Sejarah mencatat, tradisi masyarakat Arab pra-Islam juga turut mewarnai penamaan bulan Syaban. Mereka biasa melakukan penggerebekan dan perkelahian di bulan ini setelah larangan pertumpahan darah di bulan Rajab berakhir. Selain itu, aktivitas mencari air dan berkembangnya tanaman dengan munculnya cabang-cabang baru juga menjadi bagian dari latar belakang penamaan bulan ini.