BANDUNG, Kanal Berita – Penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya karena diduga menerima suap untuk membebaskan Ronald Tannur dari tuduhan pembunuhan menjadi bukti rendahnya integritas sumber daya manusia (SDM) di sistem peradilan.
Tannur, putra mantan seorang anggota legislatif, dituduh menabrak pacarnya menyusul pertengkaran pada awal bulan ini. Kejaksaan Agung pada Rabu malam resmi menetapkan tiga hakim yakni ED (Erintuah Damanik), HH (Heru Hanindyo), dan M (Mangapul), serta pengacara Tannur berinisial LR sebagai tersangka kasus suap. Dari hasil penyelidikan ditemukan sejumlah besar uang, baik rupiah maupun mata uang asing, di rumah tersangka.
Penyidik Divisi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menggeledah enam lokasi, menyita uang miliaran rupiah dan barang bukti elektronik. Mereka juga menyita dokumen terkait penukaran uang, catatan pembayaran, dan telepon genggam LR.
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, menduga kuat uang yang ditemukan di properti hakim berasal dari pengacara Tannur, LR.
“Hal ini terlihat dari transaksi mata uang asing, pencatatan, dan bukti elektronik . Kami telah mengumpulkan cukup bukti mengenai sumber uang, penerimanya, dan alirannya… detailnya akan kami ungkapkan nanti,” ujarnya,
Untuk mendukung penyidikan, ketiga hakim tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya dan ditahan di Rutan Surabaya. Sedangkan pengacara LR ditahan di Rutan Salemba, Jakarta.
Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui juru bicaranya Yanto menyatakan keprihatinannya atas kejadian tersebut dengan menyatakan bahwa ketiga hakim tersebut telah mencoreng nama baik hakim Indonesia yang baru-baru ini menerima kenaikan gaji dan tunjangan akibat aksi mogok massal.
Para hakim Indonesia secara kolektif mengambil cuti untuk menuntut kenaikan gaji dan tunjangan yang layak. Pada 18 Oktober 2024, dua hari sebelum lengser dari jabatannya, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2024 yang menaikkan gaji hakim hingga hampir dua kali lipat.
Menanggapi kasus suap tersebut, Dr. Lies Sulistiani, SH, M.Hum., akademisi dari Universitas Padjadjaran, menekankan perlunya peningkatan integritas pada sumber daya manusia di sistem peradilan Indonesia .
“Perilaku korupsi tidak semata-mata disebabkan oleh tingkat pendapatan tetapi terutama bersumber dari mentalitas, moral, dan integritas,” jelas Sulistiani.
Ia mencatat, sistem peradilan Indonesia memiliki sistem pengawasan terhadap hakim, baik pengawasan internal melalui badan pengawas Mahkamah Agung maupun pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial.
Ia mengatakan meskipun pengawasan ini efektif, penangkapan terhadap para hakim menggarisbawahi perlunya peningkatan integritas sumber daya manusia.
Rincian kasusnya, Tannur dituduh menabrak pacarnya Dini Sera Afrianti dengan mobilnya usai keluar malam di Surabaya pada 4 Oktober 2023.
Afrianti, janda berusia 29 tahun asal Sukabumi, Jawa Barat, memiliki seorang anak berusia 12 tahun.
Usai adu mulut sengit, Tannur diduga menabrak Afrianti dengan mobilnya di parkiran Lenmarc Mall Surabaya.
Ia kemudian membawa Afrianti ke apartemen sebelum berangkat ke rumah sakit bersamanya. Dia meninggal dalam perjalanan. Dia ditangkap tak lama kemudian.
Tannur merupakan anak dari Edward Tannur, mantan anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Jaksa mendakwanya dengan pembunuhan dan penyerangan berat dan meminta hukuman penjara 12 tahun.
Namun, pada tanggal 24 Juli, hakim Pengadilan Negeri Surabaya membebaskannya dari semua tuduhan dan memerintahkan pembebasannya segera, sehingga memicu kritik luas dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan masyarakat.
Pasca putusan bebas, Juru Bicara Kejaksaan Agung Harli Siregar menilai putusan tersebut cacat dan tidak berdasar. Ia menyatakan bahwa putusan tersebut hanya berdasarkan pendapat subyektif hakim.
Ia mengkritik hakim karena mengabaikan bukti-bukti penting, termasuk rekaman CCTV yang menunjukkan mobil Tannur menabrak korban dan laporan forensik mengenai penyebab kematiannya.
Setelah jaksa mengajukan banding, Mahkamah Agung pada Selasa (22 Oktober) membatalkan pembebasan tersebut dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara kepada Tannur karena pembunuhan.(Antara)