BANDUNG, Kanal Berita – – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk mengangkat status Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi setingkat kementerian mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan. Dalam langkah strategis tersebut, Prabowo telah melantik Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan) sebagai Menteri Haji dan Umrah serta Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri Haji dan Umrah.
Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali M.Dai, menyampaikan apresiasi terhadap pembentukan Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) yang dinilai sebagai upaya serius pemerintah dalam memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia.
“Tentu setiap langkah dan upaya yang datang dari pemerintah jika itu diniatkan untuk kemaslahatan rakyat khususnya umat Islam dalam hal ini ibadah haji maupun umrah harus didukung. Namun upaya tersebut harus serius dan tidak sekedar bagi-bagi kursi kabinet,” terang KH Athian dengan memberikan catatan penting.
Latar belakang pembentukan kementerian khusus ini tidak lepas dari besarnya skala penyelenggaraan haji dan umrah Indonesia yang membutuhkan penanganan profesional. Setiap tahunnya, Indonesia memberangkatkan lebih dari 220 ribu jemaah haji dengan total dana penyelenggaraan yang mencapai sekitar Rp20 triliun. Angka fantastis ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan Visi Saudi 2030 dan upaya pemerintah untuk memperjuangkan penambahan kuota haji.
“Dengan jumlah kuota haji yang bisa saja bertambah setiap tahun dan biaya yang semakin besar maka diperlukan keseriusan pihak pemerintah sebagai pemegang regulasi,” imbuh KH Athian menekankan pentingnya komitmen pemerintah.
Potensi ekonomi sektor haji dan umrah Indonesia memang sangat menggiurkan. KH Athian menyampaikan data bahwa jumlah jemaah umrah Indonesia pada tahun 2024 diperkirakan mencapai sekitar 1,4 juta hingga 1,5 juta orang berdasarkan data yang dirilis Kementerian Agama RI pada akhir 2024 dan awal 2025.

“Belum lagi jika dibarengi biaya umrah misal di tahun 2024 bervariasi, berkisar dari Rp29,5 juta hingga Rp130 juta per orang. Tinggal kalikan saja dengan jumlah jamaah yang umrah, maka besar sekali potensi haji dan umrah ini,” jelas KH Athian sambil menghitung besarnya nilai ekonomi yang berputar dalam sektor ini.
Mengingat besarnya potensi dan dana yang terlibat, KH Athian menilai sangat wajar jika haji dan umrah memiliki kementerian khusus yang diharapkan dapat meminimalisir praktik penyelewengan dan segala bentuk usaha yang dapat merugikan jamaah dan negara.
Namun, harapan besar terhadap Kemenhaj ini tidak lepas dari sejarah kelam yang melingkupi pengelolaan haji dan umrah di Indonesia selama ini. KH Athian menyoroti tajam kasus-kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Agama yang telah menjadi rahasia umum dan menimbulkan stigma negatif sebagai kementerian paling korup di Indonesia dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data dan catatan yang dimiliki FUUI, setidaknya sudah tiga Menteri Agama yang terjerat kasus korupsi. Rekam jejak buruk ini dimulai dari mantan Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi Dana Abadi Umat dan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji tahun 1999-2003.
“Kasus korupsi Dana Abadi Umat itu diduga merugikan negara yang mencapai Rp719 miliar,” KH Athian mengingatkan dengan nada serius.
Daftar hitam ini berlanjut dengan kasus yang menjerat mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Pada 23 Mei 2014, KPK menetapkan Suryadharma sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana haji yang mencoreng wibawa lembaga penyelenggara ibadah suci tersebut.
“Dan yang ketiga dan masih hangat kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atas kasus penyelewengan kuota tambahan haji pada tahun 2024. KPK menyebut ada dugaan awal kerugian negara Rp1 triliun. Meski yang bersangkutan masih sebagai saksi, setidaknya menambah daftar buruk kasus korupsi di Kemenag,” terang KH Athian.
Sejarah kelam inilah yang menjadi alasan kuat mengapa pembentukan Kemenhaj harus disertai dengan komitmen yang kuat. [ ]














