BANDUNG, Kanal Berita – – Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) menyikapi isu krusial terkait penguasaan wilayah laut secara ilegal yang dinilai mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kasus yang mencuat adalah penguasaan hak atas tanah di ruang laut di Desa Kohod Tangerang, di mana telah diterbitkan 263 Hak Guna Bangunan (HGB) untuk 370 hektare wilayah air.
Ketua FUUI, KH. Athian Ali M.Dai, secara tegas mengungkapkan keprihatinannya atas fenomena ini. Menurutnya, kasus ini tidak sekadar masalah lahan, melainkan menyangkut kedaulatan negara dalam konteks nasional maupun internasional. “Sebenarnya hal ini khususnya dalam 10 tahun terakhir ini sudah bukan rahasia lagi tetapi sudah umum diketahui Masyarakat,” tegasnya dalam pernyataan pada Rabu (5/2/2025).
Pihak yang sama kemudian berupaya menguasai 1.415 hektare laut yang membentang sepanjang 30 kilometer, tepatnya di lokasi pagar laut Tangerang, dengan cara membuat pagar bambu. KH. Athian menilai hal ini sebagai indikasi adanya kebijakan pemerintah yang memberikan keistimewaan kepada kelompok tertentu untuk menguasai sebagian wilayah negara, baik di darat maupun di laut.
Yang mengkhawatirkan, menurut KH. Athian, adalah pola sistematis yang terjadi. Dalam beberapa kasus, pemilik lahan sah justru diusir dan dipaksa menerima ganti rugi dengan harga sangat murah. Selanjutnya, lahan tersebut dijual kepada investor dengan harga yang berlipat-lipat dari harga semula.
Salah satu temuan mencengangkan adalah dominasi pendatang asing, khususnya dari China, di beberapa kawasan strategis. KH. Athian mengungkapkan pengalamannya mengunjungi Kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK), di mana ia menemukan bangunan dan fasilitas yang didominasi gaya arsitektur China, tanpa representasi Bahasa Indonesia.
“Bisa disaksikan yang Sejahtera dan Makmur justru kelompok oligarki saja yang menikmati kebijakan tersebut. Terbukti saat ini banyak pendatang dari China yang seperti tidak terkendali masuk dan tinggal di Indonesia dengan leluasa,” paparnya.
Lebih lanjut, KH. Athian mempertanyakan peran aparat pemerintah dan penegak hukum. Bagaimana mungkin pagar laut sepanjang 30 kilometer dapat didirikan tanpa sepengetahuan pihak berwenang, sementara aparat kepolisian mampu mengungkap kasus-kasus lain di gang-gang sempit.
Dalam harapannya, KH. Athian meminta pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk mengembalikan kedaulatan bangsa. “Pemerintahan baru diharapkan dapat mengembalikan kedaulatan bangsa Indonesia. Mencerdaskan anak bangsa dan mensejahterakan seluruh kehidupan rakyat Indonesia secara adil dan merata,” ungkapnya.
FUUI mengusulkan langkah konkret: segera mengidentifikasi pemilik pagar laut, melakukan proses hukum jika terbukti melakukan pelanggaran, dan mengembalikan wilayah laut kepada masyarakat, khususnya para nelayan untuk mencari nafkah.
Kasus ini bukan sekadar persoalan administratif, melainkan mencerminkan kompleksitas tata kelola sumber daya nasional. Pertanyaan mendasar yang diajukan FUUI adalah: siapa yang sesungguhnya diuntungkan dari kebijakan-kebijakan kontroversial ini? Dan lebih penting lagi, bagaimana menjamin kedaulatan dan kesejahteraan rakyat Indonesia di tengah maraknya praktik oligarki?
Dengan desakan keras dari FUUI, publik kini menantikan respons pemerintah dalam menyelesaikan konflik penguasaan lahan ilegal ini, sekaligus membuktikan komitmen untuk melindungi kepentingan rakyat.