JAKARTA, Kanal Berita – Gelombang protes mahasiswa kembali mewarnai pusat ibu kota pada Senin (17/2/2025). Bertempat di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi demonstrasi dengan tajuk #IndonesiaGelap. Dalam aksi tersebut, para mahasiswa menyuarakan tuntutan kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan proses hukum terhadap mantan Presiden Joko Widodo.
Menanggapi aksi tersebut, pengamat politik sekaligus Dekan Fisipol Universitas Widya Mataram (UWM) Yogyakarta, Dr. Martadani Noor, MA, menilai tuntutan mahasiswa memiliki dasar yang kuat. Menurutnya, desakan untuk mengadili Jokowi serta mengisi kabinet Prabowo dengan menteri yang bersih dari korupsi merupakan aspirasi yang wajar, terlebih setelah munculnya penilaian dari lembaga internasional yang menempatkan mantan presiden tersebut dalam daftar tokoh terkorup.
“Sayangnya, lembaga peradilan masih ‘dingin’ terhadap isu ini. Wajar jika publik, termasuk mahasiswa, bereaksi,” ujar Martadani seperti dilansir KBA News.
Dalam pandangan Martadani, terdapat sejumlah indikasi kuat yang dapat dijadikan landasan untuk memulai proses hukum terhadap mantan presiden. Ia menjabarkan beberapa kasus yang menjadi sorotan publik, di antaranya kontroversi perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden melalui Mahkamah Konstitusi yang menguntungkan Gibran Rakabuming Raka, dugaan penyalahgunaan bantuan sosial dalam Pemilu, pengesahan Undang-Undang Omnibus Law, serta inkonsistensi pernyataan terkait sumber pendanaan Ibu Kota Negara (IKN) yang awalnya diklaim tidak menggunakan APBN.
Sikap Jokowi yang pernah menantang publik dengan mengatakan “Silakan buktikan” seharusnya menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk bertindak. “Jokowi sendiri sudah terbuka, mestinya lembaga peradilan segera mengambil langkah-langkah hukum. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, hukum seperti tiarap,” imbuhnya.
Terkait respons Presiden Prabowo Subianto terhadap tuntutan mahasiswa, Martadani melihat adanya kehati-hatian dalam sikap presiden terpilih tersebut. Menurutnya, Prabowo kemungkinan ingin menghindari persepsi intervensi dalam kasus hukum yang melibatkan pendahulunya.
Meski demikian, Martadani mencatat bahwa Prabowo telah menunjukkan keseriusannya dalam penegakan hukum, seperti yang terlihat dalam penanganan kasus timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Dalam kasus tersebut, Prabowo mengambil langkah dengan mempertanyakan rencana banding kepada Jaksa Agung, yang berujung pada vonis 20 tahun penjara bagi tersangka.
“Prabowo juga tidak memberikan sinyal memproteksi, misalnya bilang, masyarakat harus percaya dengan Jokowi, dia clean. Nah itu proteksi. Tapi Prabowo tidak melakukan itu,” jelasnya.
Martadani menekankan bahwa bola kini berada di tangan lembaga peradilan untuk menindaklanjuti berbagai indikasi pelanggaran hukum yang telah menjadi perhatian publik, baik dari dalam maupun luar negeri. “Sudah cukup banyak indikasi yang dilihat publik, baik dari dalam maupun luar negeri. Sekarang, tinggal bagaimana aparat hukum merespons,” pungkasnya.
Demonstrasi #IndonesiaGelap ini menambah daftar panjang aksi massa yang menuntut penegakan hukum terhadap dugaan pelanggaran di era kepemimpinan Jokowi. Sementara lembaga peradilan masih bersikap pasif, tekanan dari berbagai elemen masyarakat, terutama mahasiswa, terus menguat menuntut keadilan dan transparansi dalam penanganan kasus-kasus tersebut.