BANDUNG, Kanal Berita – Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) menyerukan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk menghentikan berbagai kebijakan dan pernyataan kontroversial yang dinilai telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat, dan lebih fokus pada upaya mensejahterakan rakyat.
Sejak terpilih sebagai Gubernur, Dedi Mulyadi telah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang menuai kontroversi, mulai dari larangan kegiatan study tour bagi siswa SMA, penghentian acara wisuda perpisahan, meniadakan bantuan untuk pesantren, usulan menjadikan Nyi Roro Kidul sebagai ikon pariwisata Kabupaten Pangandaran, hingga yang terbaru adalah persyaratan vasektomi bagi penerima bantuan sosial.
Kebijakan vasektomi sebagai syarat penerimaan bantuan sosial menjadi polemik setelah video penjelasan Gubernur beredar luas di media sosial. Dalam video tersebut disebutkan bahwa kepala keluarga pria yang ingin memperoleh bantuan sembako dan tunjangan bagi keluarga miskin diwajibkan mengikuti program vasektomi yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi.
Menanggapi kontroversi tersebut, Ketua Umum Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali M. Dai, mengecam keras kebijakan yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan.
“Jika kebijakan ini dilaksanakan maka jelas bertentangan dengan ajaran dan syariat Islam,” tegas KH Athian dalam pernyataannya kepada awak media di Bandung, Rabu (8/5/2025).
KH Athian menjelaskan bahwa dalam ajaran Islam, tindakan sterilisasi permanen seperti vasektomi memiliki batasan yang sangat ketat.
“Misalnya, dalam kondisi seorang wanita yang menurut keterangan medis tidak boleh lagi hamil, karena alasan kesehatan, berpotensi merenggut jiwanya, sementara mempergunakan metode kontrasepsi lainnya masih memungkinkan terjadinys kehamilan, maka sterilisasi diperbolehkan. Di luar kondisi tersebut, tindakan sterilisasi permanen (vasektomi) adalah haram dan dilarang dalam Islam,” jelasnya.
Ulama terkemuka ini menambahkan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya bertentangan dengan prinsip keagamaan, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.
“Bantuan sosial merupakan hak masyarakat miskin. Memberikan bantuan dengan syarat yang melanggar syariat adalah bentuk penyalahgunaan kewenangan,” ujarnya.
Lebih lanjut, KH Athian menegaskan pandangan Islam mengenai keberadaan anak sebagai anugerah. “Dalam pandangan Islam, anak merupakan karunia dan amanah dari Allah Swt. Anak adalah rezeki, bukan beban. Allah sendiri yang menjamin rezekinya,” tambahnya.
Menurut KH Athian, Islam memang memperbolehkan program Keluarga Berencana (KB), namun dengan metode yang tidak bersifat permanen.
“Jadi menunda kehamilan atau menjarangkan kehamilan dalam Islam itu diperbolehkan. Tetapi kalau menolak hamil dengan melakukan kebiri permanen (vasektomi) itu jelas diharamkan,” tegasnya.

Untuk memperkuat argumennya, KH Athian mengutip sebuah hadits yang menyebutkan, “Kami dahulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampai ke telinga beliau, namun beliau tidak melarangnya” (HR. Muslim no. 1440). Azl merupakan metode kontrasepsi tradisional yang dikenal pada masa Rasulullah SAW.
Berdasarkan pertimbangan syariat tersebut, FUUI mendesak agar kebijakan kontroversial ini segera dievaluasi dan ditinjau ulang. KH Athian juga menyarankan agar Gubernur Jawa Barat melibatkan para ulama dalam proses perumusan kebijakan, terutama yang berkaitan langsung dengan nilai-nilai agama dan moral masyarakat.
“Pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur Jabar khususnya seharusnya bertindak dalam koridor syariat. Islam sangat mendukung kesejahteraan umat, namun bukan dengan mengorbankan fitrah dan prinsip agama,” katanya.
Selain soal kebijakan vasektomi, FUUI juga menyoroti kecenderungan Gubernur Dedi Mulyadi yang dinilai sering membuat pernyataan dan kebijakan kontroversial. Berbagai kontroversi tersebut menurut KH Athian hanya akan menghabiskan energi dan mengganggu fokus pembangunan di Provinsi Jawa Barat.
Di tengah kontroversi yang tidak kunjung reda, KH Athian Ali menekankan perlunya Gubernur Jawa Barat untuk lebih fokus pada implementasi program-program yang telah dijanjikan selama kampanye dan menghindari tindakan yang dapat memicu perpecahan di masyarakat.
KH Athian juga meminta agar Dedi Mulyadi sebagai Gubernur Jawa Barat lebih fokus bekerja merealisasikan program-program yang sudah dikampanyekan dulu dan tidak sibuk membuat kegaduhan.
“Sebab, jika terus membuat kegaduhan baik dari kebijakan yang kontroversi maupun pernyataan dalam konten di media sosial maka waktu berkuasanya akan habis sia-sia,” tegasnya.
Masyarakat Jawa Barat menantikan langkah konkret dari pemerintah provinsi dalam menangani kontroversi ini dan kembali fokus pada program-program pembangunan yang memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan rakyat.
Hal yang sama juga disampaikan Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis yang memberi respon keras terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait kontrasepsi pria vasektomi.
KH Cholis menyebut vasektomi bukanlah langkah yang tepat untuk membantu masyarakat keluar dari jeratan kemiskinan. Apalagi menurutnya, pemandulan permanen dalam Islam itu sangat dilarang. Sang ulama menyarankan agar lebih baik melakukan pengaturan jarak kelahiran.
“Islam melarang pemandulan permanen termasuk metode vasektomi. Yang dibolehkan mengatur jarak kelahiran,” tulisnya.
Menanggapi ragam kritik dari Masyarakat dan ulama tersebut Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi akhirnya mengaku tidak ada kebijakan vasektomi sebagai syarat bagi masyarakat untuk menerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah provinsi.
“Tidak ada kebijakan vasektomi. Tidak ada. Tidak ada kebijakan itu,” kata Dedi di Kantor Kementerian Hak Asasi Manusia, Jakarta, dikutip dari antara Kamis (8/5/2025)
Menurut Dedi, syarat keluarga berencana (KB) merupakan sebuah anjuran, terlebih kepada calon penerima bansos yang telah memiliki banyak anak. Namun, ia tidak menampik bahwa KB utamanya dianjurkan kepada laki-laki. [ ]