HeadlineRegional

FUUI: Kasus GSG Arcamanik Bukan Intoleransi, Tapi Penegakan Aturan Alih Fungsi Bangunan

950
×

FUUI: Kasus GSG Arcamanik Bukan Intoleransi, Tapi Penegakan Aturan Alih Fungsi Bangunan

Sebarkan artikel ini
KH Athian Ali
Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) KH. Athian Ali M Dai ( foto: dok.pribadi)

BANDUNG, Kanal Berita – Polemik terkait perubahan fungsi Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik menjadi tempat ibadah PGAK Santa Odilia kembali mencuat setelah ratusan warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka menggelar aksi damai pada Rabu (5/3/2025). Aksi damai tersebut berlangsung di Jalan Sky Air Nomor 19, Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung.

 

Ketua Umum Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali M.Dai, memberikan tanggapan terkait peristiwa tersebut dengan menekankan bahwa inti permasalahan bukanlah tentang penolakan terhadap ibadah atau tempat ibadah agama tertentu, melainkan pelanggaran regulasi terkait perubahan fungsi bangunan yakni dari GSG menjadi gereja.

 

“Sering kali terjadi pemutarbalikan fakta ketika kelompok minoritas di negeri ini melanggar aturan dan hukum terkait tempat ibadah. Biasanya ketika diingatkan, mereka berbalik menuduh pihak yang mengingatkan sebagai intoleran,”

 

Dalam pandangan KH Athian, terdapat upaya untuk memutarbalikkan fakta guna mencari pembenaran bahwa umat Kristen berada di pihak yang benar, padahal data di lapangan menunjukkan adanya pelanggaran aturan terkait pendirian rumah ibadah dan pemanfaatan rumah tempat tinggal atau bangunan tertentu untuk beribadah.

 

“Dalam ajaran Islam sendiri sangat dilarang melakukan kebohongan dengan memutar balikan fakta. Jadi tidak mungkin umat Islam melakukan kebohongan publik apalagi memanupulasi data dan fakta,” tegasnya.

 

Toleransi Umat Islam

 

KH Athian menegaskan bahwa umat Islam sudah sangat toleran dan tidak perlu lagi diajari tentang sikap toleransi. Ia menjelaskan bahwa dalam prinsip Islam, Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk beriman atau tidak ( QS Al Kahfi 29 )

 

“Karenanya,  seorang muslim akan menghormati hak orang lain dalam menentukan pilihannya. Dengan demikian ketika ada sementara pihak yang berbeda keyakinan bermaksud membangun rumah ibadah untuk beribadah sesuai keyakinan mereka, maka umat Islam dipastikan akan menghormati dan tidak mungkin mengganggu apalagi melarang,” paparnya.

BACA JUGA: Aksi Damai Warga Arcamanik: Tolak Alih Fungsi GSG Jadi Gereja

KH Athian Ali mengingatkan bahwa pemimpin tertinggi Katolik, Paus Paulus, pernah dua kali menyampaikan pengakuan bahwa muslim di Indonesia sangat toleran terhadap agama lain. Meski umat Islam mayoritas, tidak pernah ada tindakan sewenang-wenang terhadap penganut agama minoritas.

 

“Namun sebaliknya, ketika umat Islam minoritas maka tidak sedikit umat Islam yang menghadapi berbagai  perlakuan deskriminatif, ancaman, teror, hinaan, pelecehan bahkan pembantaian. Contohnya begitu sangat nyata yang terjadi di beberapa negara Eropa, Amerika, China (Uighur), India dan sebagainya.

 

Sepanjang sejarah, tambah KH Athian, umat Islam tidak pernah mengganggu agama lain, menghina kitab suci agama lain, atau melarang ibadah agama lain. Sesuai dengan prinsip “Lakum diinukum waliyadiin” (Untukmu agamamu, dan untukku agamaku) QS Al-Kafirun ayat 6 dan prinsip “Laa ikraha fiddin” (لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ) yang berarti tidak ada paksaan dalam beragama ,  QS Al-Baqarah 256.

 

“Jika Allah saja tidak memaksa manusia untuk beriman,  maka apa hak kita untuk memaksa dan/atau melarang orang lain untuk memiliki keyakinan yang berbeda dan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinanya” imbuhnya.

 

Regulasi Pendirian Rumah Ibadah

 

Untuk menjaga harmonisasi hubungan antar umat beragama di Indonesia, termasuk dalam hal pendirian rumah ibadah, pemerintah telah menetapkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 / Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadat.

 

KH Athian menjelaskan bahwa dalam Pasal 14 peraturan tersebut disebutkan persyaratan pendirian rumah ibadah, di antaranya daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadah minimal 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat serta dukungan masyarakat setempat minimal 60 orang.

 

“Ini hal yang prinsip yang sesuai aturan jika ingin mendirikan rumah ibadah. Aturan ini berlaku untuk semua agama termasuk kaum muslimin jika ingin mendirikan masjid,” jelasnya.

 

Terkait kasus di Arcamanik, KH Athian menyoroti adanya dugaan alih fungsi bangunan dari Gedung Serba Guna menjadi gereja tanpa melalui prosedur yang benar. Ia merujuk pada Bab V Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung dalam Pasal 18 peraturan tersebut yang menyebutkan bahwa pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadah sebagai rumah ibadah sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota.

 

“Jadi tidak benar jika dalam kasus yang terjadi di Arcamanik ada penolakan gereja atau pelarangan ibadah. Yang benar sesuai fakta di lapangan adalah adanya alih fungsi atau penyalahgunaan GSG menjadi rumah ibadah tanpa musyawarah dengan warga sehingga warga sekitar tidak lagi bisa menggunakan GSG tersebut,” terangnya.

 

Solusi Kasus GSG Arcamanik

 

Menurut KH Athian, masyarakat sebenarnya sedang membantu pemerintah dalam menertibkan pelanggaran hukum dan aturan. Oleh karena itu, pemerintah, dalam hal ini Walikota Bandung atau Kesbangpol dan instansi terkait lainnya, seharusnya berterima kasih kepada masyarakat sekitar.

 

“Solusi untuk kasus di Arcamanik sebenarnya sederhana. Pertama, kembalikan GSG sesuai IMB dan fungsinya. Kedua, jika memang ingin membangun rumah ibadah, maka ikuti prosedur aturan yang berlaku. Peraturan Bersama dua Menteri tersebut dibuat dan disepakati untuk menjaga harmonisasi dan agar tidak terjadi benturan masyarakat. Jika dilanggar, otomatis benturan dan konflik itu pasti terjadi,” tegasnya.

 

KH Athian mendorong pemerintah Kota Bandung dan instansi terkait untuk segera menyelesaikan kasus tersebut agar tidak berlarut dengan menegakkan aturan dan hukum yang ada seadil-adilnya.

 

Dengan adanya klarifikasi dari FUUI ini, diharapkan masyarakat dapat memahami akar permasalahan yang sebenarnya dan tidak terprovokasi oleh isu-isu yang dapat menimbulkan perpecahan antar umat beragama. [ ]

 

Example 300x600
Zakat Fitrah
Headline

(FUUI) menyoroti praktik pengelolaan zakat fitrah yang selama ini terjadi di masyarakat. Melalui ketuanya, KH Athian Ali M.Dai, FUUI menekankan perbedaan fundamental antara zakat fitrah dan zakat maal, terutama dalam hal penyaluran dan peran amilin (pengelola zakat).