BANDUNG, Kanal Berita – Konflik pemanfaatan fasilitas umum kembali mencuat di Kota Bandung. Ratusan warga yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka menggelar aksi damai menolak alih fungsi Gedung Serba Guna (GSG) Arcamanik sebagai tempat ibadah Jemaat PGAK Santa Odilia. Aksi tersebut berlangsung di Jalan Sky Air Nomor 19, Kelurahan Sukamiskin, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung, pada Rabu (5/3/2025).
Para warga menegaskan bahwa penolakan mereka bukan didasari sentimen agama, melainkan terkait peruntukan bangunan yang semestinya digunakan sebagai fasilitas umum untuk kegiatan sosial dan budaya warga sekitar. Mereka menilai penggunaan GSG sebagai tempat ibadah secara rutin telah menyimpang dari fungsi aslinya.
Roinul Balad, juru bicara Forum Komunikasi Warga Arcamanik Berbhineka, menegaskan bahwa penolakan ini murni berdasarkan aspek legalitas penggunaan bangunan, bukan sentimen agama.
“Kalau win-win solution undang-undang sudah mengatur. Ini saudara-saudara kita yang Nasrani, ini kan jelas bukan gereja, ilegal berarti kan pelanggaran hukum. Supaya win-win solution itu pendetanya, pastornya didampingi oleh Pak Kapolsek sama siapapun yang berwenang, bawa ke gereja yang legal untuk melaksanakan ibadah, selesai. Ini kosong, warga pulang. Nih kalau mereka tidak mau, siapa yang intoleran? Siapa yang memaksakan kehendak? Ini biar tahu saja sama Bapak Presiden, Pak Wakil Presiden, saya lapor sekalian,” ujar Roinul Balad.
Menurut keterangan Roinul, GSG Arcamanik memiliki surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh developer perumahan Arcamanik Endah dengan peruntukan sebagai gedung serba guna untuk aktivitas sosial dan budaya. Selama bertahun-tahun, fasilitas ini digunakan untuk berbagai kegiatan warga RW 14 Kelurahan Sukamiskin serta warga RW 1 dan RW 2 Kelurahan Cisaranten Endah.
“GSG ini awalnya untuk aktivitas warga Arcamanik khususnya kegiatan olah raga dan sosial. Warga dapat menggunakan fasilitas GSG. Termasuk kegiatan ibadah jemaat Gereja Odelia yang awalnya saat Covid-19 yang lalu hanya sebulan sekali, itu masih ditoleransi. Lama kelamaan kenapa jadi setiap minggu bahkan hari Minggu lalu mereka sudah menggelar ibadat dan hari ini (Rabu) mereka menggelar ibadat lagi. Bahkan warga tidak bisa lagi menggunakan,” jelas Roinul.
Meskipun terjadi aksi penolakan, prosesi Misa Paskah Jemaat PGAK Santa Odilia tetap berlangsung tanpa gangguan dari pukul 08.00 hingga 11.00 WIB. Pihak kepolisian juga diturunkan untuk berjaga di gerbang masuk GSG Arcamanik guna mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Sementara itu dikutip dari liputan6.com, Ketua Tim Perizinan Misa Hari Paskah PGAK Santa Odilia, Yoseph Kebe, menyatakan tidak keberatan dengan adanya aksi unjuk rasa tersebut. “Itu kan hak mereka untuk menyampaikan aspirasi. Tapi kita juga berhak menjalankan prosesi ibadah dengan tenang. Selama tidak mengganggu prosesi peribadatan, ya silakan itu hak setiap masyarakat,” ujarnya.
Yoseph menjelaskan bahwa prosesi ibadah pada hari itu merupakan bagian dari rangkaian Rabu Agung menjelang Paskah, di mana umat Katolik akan memulai puasa selama 40 hari ke depan. Menurutnya, sekitar 100 jemaat hadir pada Misa Paskah di pagi hari tersebut, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah jemaat pada hari Minggu yang biasanya mencapai 300 orang.
“Kami sudah melakukan pendaftaran kurang lebih seratus lah. Kalau dalam kondisi hari Minggu biasanya 300-an umat yang hadir di sini. Karena hari ini juga pas hari kerja ya. Ini kebanyakan yang datang juga orang-orang yang pensiunan yang tinggal di sini,” jelas Yoseph.
Yoseph juga menyebutkan bahwa bagi umat Katolik yang sedang bekerja, Misa Paskah rencananya akan diadakan pada pukul 16.00 WIB di lokasi yang sama. Ia menekankan pentingnya saling menghargai hak untuk beribadah, sembari mengungkapkan bahwa sebelumnya telah ada kesepakatan antar RW untuk tidak menggelar aksi pada hari tersebut.
“Kami juga minta dihargai hak untuk beribadah kami. Karena tadi malam sudah ada kesepakatan antar RW tidak ada aksi hari ini. Sudah ada kesepakatan. Hari ini batal karena memang mereka mengerti bahwa kami perlu ibadah,” ungkap Yoseph.
Setelah prosesi ibadah selesai menjelang tengah hari, seluruh jemaat Katolik meninggalkan GSG Arcamanik melalui pintu keluar di samping kanan gedung.
Sementara itu, Wakil Ketua Forum RW Kelurahan Sukamiskin, Mukh Jazuli, menegaskan bahwa IMB gedung yang menjadi objek sengketa memang diperuntukkan sebagai Gedung Serba Guna (GSG). Ia menjelaskan bahwa GSG tersebut merupakan bagian dari kewajiban developer untuk menyediakan fasilitas umum bagi kompleks perumahan Arcamanik Endah.
“Kompleks ini ada RW 14 itu Kelurahan Sukamiskin. Sebelah sini tuh RW 1 dan RW 2 Kelurahan Cisaranten Endah. Memang kompleknya gede. Jadi memang komplek yang segede ini itu memang bagian dari kewajiban developer untuk menyediakan fasum-fasum (fasilitas umum),” ungkap Mukh Jazuli.

Menurut Jazuli, pada awalnya masyarakat masih memberikan toleransi kepada jemaat PGAK Santa Odilia untuk menggunakan GSG sebagai tempat ibadah sebulan sekali. Namun, intensitas penggunaan mulai meningkat selama masa pandemi COVID-19 dan berlanjut hingga saat ini menjadi setiap minggu. Hal ini kemudian berdampak pada pembatasan penggunaan gedung untuk kegiatan warga lainnya.
“Tadi misalnya itu Taekwondo, yang olahraga, bulutangkis. Untuk yang tahun 2019 itu, saya masih ingat juga betul di sini itu dipakai untuk penghitungan suara pemilu. PTK itu di sini, 2019. Nah, ke sini-sininya itu mereka itu jadi terindikasi. Ini terindikasi ya, mereka itu kemudian ada proses jual-beli, mungkin dengan pihak oknum, developer,” sebut Mukh Jazuli.
Jazuli juga mencurigai adanya transaksi jual-beli antara pengelola gereja dengan pihak developer. Ia menduga, sejak tahun 2022, pengguna GSG sebagai tempat ibadah telah memiliki sertifikat bangunan, sehingga memiliki posisi yang lebih kuat untuk mengintensifkan kegiatan ibadah sekaligus membatasi aktivitas warga lainnya.
“Karenanya lebih intensif melakukan kegiatan, dan kemudian melarang kegiatan-kegiatan warga yang lainnya di sini,” jelas Mukh Jazuli.
Dialog Warga dengan Jemaat Gereja Santa Odilia
Setelah jemaat selesai melakukan peribadatan yang berakhir sekira pukul 11.00 wib sesuai kesepakatan selanjutnya dilakukan dialog dengan perwakilan warga. Dialog yang dilakukan di halaman ini dipimpin dan dimedia oleh Bambang Sukardi selaku Kepala Badan Kesatuan Kebangsaan dan Politik (Kesbangpol) Kota Bandung. Sejumlah pejabat juga hadir dalam kesempatan tersebut seperti Kapolsek, Damramil dan Lurah Arcamanik.
Dalam kesempatan tersebut Anton Minardi SH selaku kuasa hukum warga mempertanyakan bangunan Gedung Serba Guna (GSG) tersebut yang beralih fungsi menjadi gereja, padahal IMBnya masih tercatat sebagai GSG.
“Akibat alih fungsi tersebut warga tidak lagi bisa menggunakan karena beralih fungsi jadi rumah atau atau gedung gereja Santa Odelia Bandung. Atas alih fungsi tersebut warga keberatan. Warga juga mempertanyakan apakah GSG punya ijin alih fungsi? Jika punya tunjukkan pada warga,”pinta Anton.
Menurut Anton warga selama ini sudah sangat toleran dengan membiarkan jemaat menggelar ibadat di GSG yang pada awalnya sebulan sekali. Namun, sambung Anton, hal tersebut menjadi seminggu sekali.
“Bapak ibu saya bacakan Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9 Tahun 2006 Bab V tentang Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung
Pasal 18
(1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan :
- laik fungsi; dan
- pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban masyarakat.
(2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu pada
peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.
(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
- izin tertulis pemilik bangunan;
- rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
- pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
- pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. ,”terang Anton.
Anton pun mempersilakan jika pihak PGAK Santa Odilia mempunyai persyaratan tersebut untuk diperlihatkan kepada warga.
“Sekali lagi warga tidak melarang ibadahnya, itu hak masing warga negara tetapi yang warga tolak adalah pelanggaran hukumnya yakni alih fungsi GSG menjadi gereja,” tegas Anton.

Sementara itu juru Roinul Balad selaku juru bicara warga Arcamanik kembali mempertanykan atas dasar apa pihak PGAK Santa Odilia menjadikan GSG sebagai gereja?
“Jika tidak ada aspek legalnya maka kembalikan fungsinya sebagai GSG seperti awal mula, sehingga kembali dapat menggunakannya untuk kegiatan sosial dan olah raga,” tegasnya.
Roinul Balad juga menjelaskan bahwa sesuai SKB dua Menteri menerangkan jika ibadat tersebut dilakukan pribadi atau keluarga maka bisa dilakukan di rumah masing-masing. Namun jika dilakukan banyak orang atau berjamaat maka harus dilakukan di gereja atau tempat ibadah legal.
“Warga selama ini sudah sangat toleran namun kami tegaskan tidak ada toleransi dalam pelanggaran hukum. Kalau ini terus dibiarkan maka akan banyak aturan yang dilanggar. Maka tidak ada jalan lain kecuai mengembalikan GSG ini sesuai dengan fungsi,” tegas Roin.
Menjawab berbagai pertanyaan tersebut, Dyah selaku perwakilan dan juru bicara pihak jemaat gereja Santa Odilia menyampaikan bahwa pemilik tanah dan bangunan GSG tersebut adalah seorang PGAK ( Pengurus Gereja Amal Katholik) Santa Odelia.
“Kami sedang dalam proses ijin sebagai tempat ibadah atau gereja,”jelasnya singkat.
Mendengar hal tersebut Kepala Kesbangpol Kota Bandung, Bambang Sukardi menyampaikan bahwa pada prinsipnya pihak baik warga maupun jemaat adalah keluarga besar warga Kota Bandung. Ia menegaskan bahwa segala sesuatu ada prosedurnya termasuk alih fungsi bangunan.
“Semua kegiatan harus jelas ijinnya termasuk alih fungsi GSG jadi tempat ibadah. Maka hendaknya bangunan GSG ini pemanfaatannya bisa bersama dengan warga,”ujar Bambang.
Bambang pun menyarankan selama masih berproses perijinan (GSG jadi gereja) maka tidak ada kegiatan. Hal ini dilakukan sampai pihak pengelola atau pemilik GSG memiliki aspek legal.
“Kita (Kesbangpol) akan bentuk tim,” sambung Bambang.
Jemaat Gereja Santa Odilia Menolak Kesepatan
Setelah berakhirnya dialog tersebut maka perwakilan warga Arcamanik dengan dibersamai kuasa hukum mencoba menawarkan kesepakatan dengan jemaat. Poin itu antara lain berbunyi:
- Menghentikan seluruh kegiatan yang berlangsung di GSG Jl.Sky Air No.19 Arcamanik Kota Bandung.
- Mengembalikan fungsi gedung tersebut sebagaimana fungsi semula sebagai GSG.
- Jika ada pelanggaran, maka Pemerintah melakukan penegakan hukum sesuai peraturan yang berlaku.
- Kedua belah pihak sepakat untuk tetap menjaga kondusifitas lingkungan.
Usai pembacaan poin kesepakatan tersebut, Dyah selaku perwakilan jemaat Gerja Santo Odilia secera tegas menolak khususnya poin pertama. Ia berasalan bahwa tidak bisa kegiatan misa di lakukan di sembarang tempat termasuk gereja. Hal ini karena ada beberapa hal teknis yang harus disiapkan dan dilakukan.
“Kemana kami jika tidak bisa beribadah. Padahal sebagai warga negara yang beraga kami berhak beribadah sesuai agama dan keyakinan kami,” jelasnya.
Mendengar jawaban tersebut, Roinul Balad, selaku juru bicara warga menyampaikan bahwa sesuai dengan amanat SKB Menteri maka pihak pemerintah harus memfasilitasi tempat ibadat atau mengembalikan sesuai dengan induk gerejanya.
“Silakan pak Bambang memberikan solusi dengan memfasilitasi mereka untuk beribadat. Karena itu kewajiban pemerintah menurut SKB Menteri. Intinya dalam hal ini hendaknya tidak ada pihak yang memaksakan kehendak. Toleransi dan kerukunan hanya akan terwujud jika semua pihak saling menghargai dan taat hukum. Jangan hanya kami saja yang selalu diminta untuk toleransi sementara ada pihak yang jelas-jelas melanggar hukum dan aturan dibiarkan,”tegasnya.
Roinul Balad menambahkan ada tiga hal yang perlu diketahui semua pihak, pertama tidak ada pelarang ibadah oleh warga terhadap jemaat Santa Odilia. Kedua bahwa sesuai IMB tidak ada gereja di tanah dan bangunan GSG tersebut. Ketiga mereka (pihak Santa Odilia) mengakui sedang memproses aspek legalitas bahwa GSG tersebut akan menjadi gereja.
“Tetapi yang kita soroti bahwa dalam proses pengalihan fungsi dari GSG menjadi gereja ini ada indikasi telah terjadi penipuan dan praktik mal administrasi. Salah satunya ada kegiatan mengumpulkan massa untuk tujuan berbeda namun diklaim sebagai bentuk dukungan warga terhadap pendirian gereja,” tegasnya.
Setelah tidak ada kesepakatan tersebut pihak Kepala Kesbangpol Kota Bandung, Bambang Sukardi akan segera melaporkan kepada pimpinan (Walikota) dan berkoordinasi dengan berbagai pihak. Hal ini dilakukan untuk segera mencari Solusi. Untuk itu Bambang Sukardi pun tetap mengajak dan memohon kepada semua pihak baik warga maupun jemaat gereja Santa Odilia untuk menahan diri dengan tetap menjaga kondusifitas.
Polemik penggunaan GSG Arcamanik ini menunjukkan kompleksitas permasalahan tata kelola fasilitas umum di lingkungan perumahan. Di satu sisi, warga menuntut agar fungsi asli GSG sebagai ruang publik untuk berbagai aktivitas sosial dan budaya serta tempat olah raga tetap dipertahankan. Di sisi lain, jemaat PGAK Gereja Santa Odilia merasa memiliki hak untuk melaksanakan ibadah di tempat tersebut. Sebab salah satu alasan pemilik tanah dan bangunan GSG tersebut adalah anggota PGAK Santa Odilia.
Hingga berita ini ditulis, belum ada informasi mengenai langkah mediasi lanjutan yang akan diambil oleh pihak pemerintah Kota Bandung, Kesbangpol dan pihak terkait untuk menyelesaikan persoalan ini. Namun, ketegangan yang terjadi menunjukkan perlunya penyelesaian yang mempertimbangkan aspek legalitas, kebutuhan sosial, dan harmonisasi antarkelompok masyarakat di kawasan tersebut.