BANDUNG, Kanal Berita – – Pernyataan kontroversial seorang perempuan bernama Irma Suryani Chaniago (ISC) yang menganggap Rasulullah Muhammad Saw tidak sempurna telah memicu reaksi keras dari Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI). Dalam pernyataannya yang menghebohkan, Irma diduga telah mensejajarkan figur suci Rasulullah dengan beberapa tokoh politik nasional, termasuk mantan presiden seperti Jokowi, Soekarno, Megawati, SBY, dan Soeharto.
Ketua FUUI, KH. Athian Ali M. Dai, langsung memberikan tanggapan keras terhadap pernyataan tersebut. Menurutnya, perbuatan menghina dan merendahkan Rasulullah merupakan tindakan yang tidak dapat ditoleransi, terutama dalam konteks keyakinan umat Islam.
“Keyakinan adalah sesuatu yang termahal bagi seorang yang beriman. Tidak boleh ada seorang pun yang dengan sengaja merendahkan keyakinan orang lain, khususnya dalam hal ini adalah keyakinan kaum muslimin,” tegas KH Athian dalam pernyataannya.
Perspektif Keimanan
KH Athian menegaskan bahwa standar keimanan seorang muslim sebagaimana dijelaskan dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 165 dan surat At Taubah ayat 24 mensyaratkan seseorang untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi cintanya pada dunia dan seisinya.
“Mustahil seorang muslim yang sejati akan menghina Rasul, sementara Allah sendiri telah memuliakan Rasul-Nya,” ujarnya.
KH Athian merujuk pada Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 21 yang menegaskan kedudukan Rasulullah sebagai suri teladan. Bahkan, istri Rasulullah, Aisyah, pernah menyatakan bahwa akhlak Rasulullah adalah Al-Quran.
“Ini sangat jelas dipahami, betapa mulia dan sempurnanya akhlak Rasulullah bagi umat Islam, bahkan orang kafir pun ada yang mengakui betapa mulianya akhlak dan perilaku beliau,”tegas KH Athian.
Konsekuensi Hukum
Menurut pandangan ulama yang disepakati, tindakan menghina Rasulullah memiliki konsekuensi hukum yang sangat serius. Dalam konteks keislaman, pelaku dianggap telah murtad dan berpotensi dijatuhi hukuman mati.
“Agama ini (Islam) dibangun diatas prinsip mengagungkan Allah Swt,serta mengagungkan agama dan Rasul-Nya. Bahkan kepada orang-orang munafik yang berasalan jika mereka hanya bercanda sekalipun, maka Allah Swt menyatakan: “Tidak perlu kalian mencari-cari alasan, karena kalian telah kafir setelah beriman.(QS.At Taubah: 66)” tegas KH.Athian.
Namun, mengingat Indonesia bukan negara yang menerapkan hukum syariat, KH Athian menghimbau agar kasus ini diselesaikan melalui jalur hukum positif, khususnya menggunakan Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.
Tuntutan Penanganan Hukum
FUUI meminta aparat penegak hukum untuk segera menindaklanjuti kasus ini. KH Athian menekankan bahwa penyelidikan tidak perlu menunggu laporan masyarakat mengingat perbuatan tersebut telah dilakukan secara terbuka dan menimbulkan keresahan.
“Aparat berwenang dapat langsung menindaklanjuti karena perbuatan ini nyata-nyata menimbulkan kegaduhan dan menyinggung perasaan umat Islam,” tegasnya.
Prinsip Toleransi
Menariknya, KH Athian juga menekankan bahwa umat Islam pada dasarnya adalah umat yang sangat toleran. Menurutnya, prinsip “lakum dinnikum waliyadin” (bagimu agamamu, bagiku agamaku) adalah landasan utama sikap toleransi dalam Islam. (QS.Al Kafirun: 6)
“Seandainya keyakinan seseorang berbeda, itu adalah haknya. Namun, menyebarluaskan pendapat yang menghina keyakinan orang lain adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan,” tambahnya.
Proses Hukum dan Permintaan Maaf
Mengenai kemungkinan permintaan maaf, KH Athian menegaskan bahwa hal tersebut tidak serta-merta menyelesaikan persoalan. Menurutnya, terdapat dua dimensi pelanggaran yakni dosa terhadap Allah Swt dan dosa terhadap umat manusia khusunya kaum muslimin.
“Sekedar meminta maaf tidak cukup. Proses hukum harus tetap berjalan untuk memberikan efek jera dan menegakkan keadilan,” jelasnya.
Kasus ini kembali mengemuka sebagai pengingat pentingnya saling menghormati keyakinan dan kepercayaan masing-masing dalam masyarakat majemuk Indonesia.Sebab prinsip toleransi dan kerukunan umat beragama tidak mungkin terwujud jika tidak ada sikap saling menghargai dan menghormati keyakinan prinsip dan nilai baku agama lain.