BANDUNG, Kanal Berita – Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, mengusulkan agar Nyi Roro Kidul menjadi branding di Pangandaran. Hal itu disampaikan Dedi Mulyadi saat membuka acara Pengukuhan Dewan Kebudayaan Daerah Pangandaran yang berlangsung di Alun-alun Paamprokan, Kabupaten Pangandaran, pada Jumat (31/1/2025) malam,
Dedi menekankan pentingnya branding untuk daerah tersebut. “Singapura punya patung singa, jadi Pangandaran apa brandnya?” ungkap Dedi dilansir dari obormerahnews.com
Wacana menjadikan Nyi Roro Kidul sebagai brand pariwisata di Pangandaran ini menuai tanggapan dari berbagai kalangan. Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali M.Dai, menyuarakan keprihatinannya terkait usulan tersebut yang dinilai dapat memicu keresahan di kalangan masyarakat, khususnya umat Islam yang menjadi mayoritas di Jawa Barat.
Dalam pernyataannya, KH Athian menegaskan bahwa kekhawatiran terhadap langkah-langkah yang akan diambil Dedi Mulyadi sebagai Calon Gubernur Jawa Barat kini mulai terbukti. Hal ini merujuk pada pengalaman masyarakat selama Dedi Mulyadi menjabat sebagai Bupati Purwakarta selama dua periode.
“Sebenarnya umat Islam tidak keberatan Dedi Mulyadi menjadi apa pun termasuk menjadi bupati, walikota atau sekalipun menjadi gubernur. Itu adalah hak politiknya untuk menjadi pejabat publik di negeri ini. Siapa tahu Dedi malah mempunyai kelebihan di bidang lain yang justru berpotensi untuk memajukan daerah atau wilayah yang dipimpinnya khususnya masyarakat Jawa Barat,” ujar KH Athian , Rabu (5/2/2025).
Namun, ia mengingatkan bahwa sebagai pejabat publik, hendaknya tidak membawa gagasan yang berpotensi menimbulkan kontroversi, terutama yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat. Mengingat mayoritas penduduk Jawa Barat beragama Islam, usulan menjadikan Nyi Roro Kidul sebagai ikon pariwisata dinilai tidak tepat.
KH Athian juga mempertanyakan relevansi sosok Nyi Roro Kidul dalam konteks keagamaan di Indonesia. Menurutnya, figur tersebut tidak dikenal dalam ajaran enam agama yang diakui di Indonesia.
“Sesuatu yang tidak real atau nyata, orang mungkin meyakini sesuatu itu jin atau setan. Maka yang harusnya diyakini itu penguasa alam semesta itu adalah Allah Swt. Sementara dalam struktur pemerintahan penguasa itu bisa wakikota, bupati atau pun gubernur,” jelasnya.
Ketua FUUI ini juga mengingatkan tentang riwayat kontroversial Dedi Mulyadi saat menjabat sebagai Bupati Purwakarta, di mana ia pernah menyatakan telah meminang Nyi Roro Kidul pada perayaan Hari Jadi Purwakarta. Peristiwa tersebut sempat menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Meski mengakui hak pribadi seseorang untuk meyakini apapun, termasuk Sunda Wiwitan, KH Athian menekankan bahwa sebagai pejabat publik, keyakinan pribadi sebaiknya tidak dibawa ke ranah kebijakan publik.
“Pak Dedi hendaknya fokus saja pada program telah disusun atau dikampanyekan sebelumnya. Kalaupun dia mempunyai keyakinan tentang Nyi Roro Kidul maka cukuplah dikonsumsi sendiri dan tidak perlu dinyatakan atau dipublikasikan ke Masyarakat umum sebab dia adalah pejabat,” tegasnya.
Lebih lanjut, KH Athian mengingatkan bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang lebih mendesak, seperti masalah pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat yang belum merata.
“Himbauannya tentu usulan atau ide agar Nyi Roro Kidul menjadi brand Pariwisata di Pangandaran tersebut sebaiknya tidak perlu diwujudkan atau direalisasikan. Sebab, di negeri ini sudah banyak masalah misalnya Pendidikan, ekonomi, Kesehatan dan kesejahteraan Masyarakat yang belum merata. Maka hendaknya jangan menambah masalah dan kegaduhan di Masyarakat lagi,” pungkasnya.
Pernyataan ini muncul di tengah wacana pengembangan pariwisata di Pangandaran, di mana sosok Nyi Roro Kidul diusulkan menjadi brand wisata. Kontroversi ini menunjukkan pentingnya mempertimbangkan aspek sosial dan religius dalam pengembangan kebijakan pariwisata, terutama di daerah dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Jawa Barat.