JAKARTA, Kanal Berita – Menjelang penerapan kebijakan baru distribusi LPG 3 kg pada Februari 2025, Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mendorong pemerintah untuk meninjau ulang kriteria penerima subsidi. Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, menyoroti bahwa tekanan ekonomi saat ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat kelas bawah.
“Definisi daripada tidak tepat sasaran itu mungkin perlu ditinjau ulang kembali. Karena kondisi di masyarakat sekarang, yang mengalami tekanan ekonomi itu bukan lagi kelas miskin saja, tapi kelas menengah juga,” ungkap Faisal seperti dilansir Antara di Jakarta.
Ekonom tersebut menjelaskan bahwa kelas menengah memiliki spektrum yang luas, mulai dari yang hampir masuk kategori rentan miskin hingga yang mendekati kelas atas. Menurutnya, penilaian kelayakan penerima subsidi perlu mempertimbangkan kondisi ini.
“Kelayakan masyarakat itu semestinya bukan hanya yang kalangan miskin. Tapi, kemudian mesti dilihat juga yang sebagian kalangan menengah sekarang itu sedang tidak baik-baik saja sebetulnya kondisinya,” jelasnya.
Faisal juga menekankan pentingnya persiapan sistem distribusi yang matang untuk mencegah kelangkaan. “Ini yang perlu dipersiapkan adalah kesiapan daripada sistem distribusinya. Karena kalau tidak, yang terjadi tentu saja nanti terjadi kelangkaan karena sudah dilarang dulu disalurkan ke pengecernya,” tuturnya.
Untuk mengantisipasi kepanikan masyarakat selama masa transisi, CORE Indonesia menyarankan perlunya sosialisasi intensif. “Sosialisasi yang baik untuk menghindari panic buying,” tegasnya.
Faisal mengingatkan bahwa kebutuhan LPG 3 kg masih sangat tinggi, tidak hanya bagi masyarakat ekonomi bawah dan menengah rentan, tetapi juga para pelaku UMKM. Kebijakan baru yang akan diterapkan mulai 1 Februari 2025 ini membatasi penjualan LPG 3 kg hanya melalui agen resmi Pertamina untuk memastikan subsidi energi lebih tepat sasaran. (Sumber : Antara)