JAKARTA, Kanal Berita – Peran sentral ibu dalam pendidikan keuangan keluarga kembali mendapat sorotan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam era digital yang sarat dengan tantangan finansial, kemampuan ibu dalam mengelola dan mendidik keuangan keluarga dinilai menjadi benteng pertahanan utama dari berbagai ancaman finansial modern.
Frederica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, menggarisbawahi signifikansi peran ibu dalam membentuk pola pikir finansial keluarga, terutama anak-anak. Dalam acara Edukasi Keuangan yang diselenggarakan dalam rangka Hari Ibu di Jakarta, Senin, ia mengidentifikasi fenomena over-indebtedness sebagai salah satu tantangan serius yang dihadapi generasi muda.
“Ada istilah yang sekarang mendunia yang banyak menyebabkan anak-anak muda depresi, yaitu over-indebtedness. Sebenarnya kita sudah mengenal lama istilah over-indebtedness itu, kebanyakan utang. Jadi bagaimana kita mengajarkan anak-anak kita supaya tidak konsumtif kalau tidak dimulai dari ibu-ibu. Makanya kenapa itu penting,” ungkap Frederica yang akrab disapa Kiki seperti dilansir Antara.
Dalam paparannya, Kiki mengidentifikasi dua fenomena sosial yang berpotensi memicu perilaku konsumtif berlebihan. Pertama, fear of missing out (Fomo) yang kerap muncul dalam dinamika komunitas sosial. Kedua, fear of other people’s opinion (Fopo), suatu kondisi psikologis di mana seseorang merasa tertekan untuk memiliki barang-barang tertentu demi menghindari penilaian negatif dari lingkungan sosial.
Tantangan literasi keuangan di era digital tidak berhenti pada perilaku konsumtif. Perkembangan teknologi finansial yang pesat juga membawa ancaman baru berupa pinjaman daring ilegal dan judi daring. Kiki menekankan pentingnya peran ibu dalam membentengi keluarga dari produk keuangan ilegal tersebut.
“Dari OJK, kami melihat risiko dari misalnya ketidaktahuan putra-putri menggunakan produk-produk keuangan terkait pinjol ilegal dan judi online. Kemudian bagaimana (edukasi) terkait produk yang resmi atau legal. Bagaimana dampak penggunaan yang tidak bijaksana seperti BNPL misalnya. Supaya anak-anak ini terlindungi. Dan pintunya (literasi keuangan) dari ibu,” jelasnya.
Upaya OJK dalam meningkatkan literasi keuangan perempuan mulai menunjukkan hasil positif. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) terbaru, untuk pertama kalinya indeks literasi keuangan perempuan mencapai 66,75 persen, melampaui indeks literasi keuangan laki-laki yang berada di angka 64,14 persen. Pencapaian serupa juga terlihat pada indeks inklusi keuangan, di mana perempuan mencatat angka 76,08 persen, lebih tinggi dibanding laki-laki yang mencapai 73,97 persen.
Sebagai langkah strategis dalam memperluas jangkauan edukasi keuangan, OJK menjalin kerja sama dengan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Kolaborasi ini diperkuat dengan penunjukan enam duta literasi keuangan perempuan yang akan bertugas di enam wilayah strategis Indonesia.
Para duta yang ditunjuk merupakan representasi dari berbagai organisasi perempuan terkemuka, yaitu Rosriani Gea (Wanita Katolik Republik Indonesia), Pia Feriasti Megananda (Keluarga Besar Wirawati Catur Panca), Rosa Ocha Muhammad (Pergerakan Wanita Nasional Indonesia/Perwanas), Enita Adya Laksmita (Wanita Keluarga Besar Putra-Putri Polri), Anita Kalopaking (Yatnawati Kartini), dan Triana Wulandari (Cahaya Ladara Nusantara).
Program pengembangan kapasitas para duta akan dilakukan melalui training of trainers (ToT). “Kita akan memberikan edukasi kepada duta-duta tersebut melalui training of trainers (ToT). Ibu-ibu tersebut akan menyampaikan kepada masyarakat semua (mengenai literasi keuangan). Setelah ini kami lanjutkan dengan kementerian dan Kowani untuk memberikan pelatihan dan pendampingan kepada ibu-ibu untuk menjadi trainers untuk masyarakat,” jelas Kiki.
Inisiatif ini sejalan dengan temuan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang menunjukkan korelasi positif antara tingkat literasi keuangan dan kesejahteraan finansial suatu negara. Dengan menempatkan ibu sebagai agen perubahan dalam literasi keuangan, OJK optimis dapat menciptakan ekosistem keuangan yang lebih sehat dan berkelanjutan di Indonesia.