Nasional

FUUI Pertanyakan Kehadiran Majelis Ulama Nusantara di Tengah Polemik PIK 2

953
×

FUUI Pertanyakan Kehadiran Majelis Ulama Nusantara di Tengah Polemik PIK 2

Sebarkan artikel ini
PIK 2
Kawasan PIK 2 ( ilustrasi foto: jawapos)

BANDUNG, Kanal Berita – – Kemunculan organisasi baru bernama Majelis Ulama Nusantara (MUN) menuai kontroversi di kalangan ulama Indonesia. Organisasi yang diprakarsai oleh KH Rakhmad Zailani Kiki ini mengambil sikap berbeda dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait rekomendasi pencabutan status Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

 

KH Rakhmad Zailani Kiki, selaku pendiri MUN, mengkritisi keputusan MUI Pusat yang mengeluarkan rekomendasi terkait PSN di PIK 2. “Rekomendasi ini blunder untuk ulama dan untuk umat,” ujar Kiai Kiki dilansir dari republika online, Rabu (12/2/2025).

 

Menurut Kiki, MUI Pusat telah keluar dari ranahnya dengan mencabut status PSN PIK 2. Ia menilai permasalahan PSN tidak hanya terbatas pada PIK 2 saja, mengingat dari 223 PSN yang sedang berjalan, beberapa di antaranya juga menghadapi berbagai persoalan. Kiki berpendapat bahwa banyak PSN justru memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.

 

Menanggapi kemunculan MUN dan kritiknya terhadap MUI, Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) melalui ketuanya, KH Athian Ali M. Dai, memberikan pandangan berbeda. Ia menekankan prinsip fundamental dalam Islam bahwa alam semesta dan segala isinya adalah milik mutlak Allah SWT.

 

“Jadi manusia ini hanyalah khalifah (wakil) yang ada di muka bumi, sehingga ketika Allah menciptakan alam dan seisinya ini hanya diminta untuk memanfaatkan, bukan menguasai atau memiliki mutlak untuk kepentingan pribadi atau kelompok ,” ungkap KH Athian, Kamis (13/2/2025).

 

KH Athian menjelaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Ia mengutip UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.

 

Terkait kasus PIK 2, KH Athian mengkritisi ketidakjelasan kepemilikan pagar laut di Tangerang. Ia menyoroti bahwa air laut merupakan hak asasi mendasar yang tidak boleh dikuasai segelintir orang karena menyangkut hajat hidup orang banyak, sebagaimana tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Hasyr ayat 7.

 

Kesenjangan kepemilikan tanah di Indonesia juga menjadi sorotan FUUI. “Di Indonesia sendiri seorang petani di desa hanya memiliki sawah paling luas ½ hektar. Ini sudah dianggap paling kaya bahkan di negeri ini masih banyak rakyat yang tidak memiliki secuil tanah atau tempat tinggal. Sementara di negeri ini juga ada satu orang atau korporasi yang memiliki tanah hingga 600.000 hektar. Ini sebuah gab atau kesenjangan yang sangat menganga, ibarat jarak bumi dan langit,” bandingnya.

 

KH Athian juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi kemiskinan di Indonesia yang telah memasuki 80 tahun kemerdekaan. Menurutnya, 10% rakyat masih hidup dalam kondisi fakir dan 40% hidup dalam kemiskinan, meski Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam.

 

Mengenai PIK 1 dan 2, FUUI mempertanyakan siapa sebenarnya yang mendapatkan manfaat dari proyek tersebut. “Kaitannya dengan PIK 1 dan 2 ini kenyataannya untuk siapa? Apalagi dengan ada kasus pemagaran laut tersebut semakin nyata kesenjangannya. Kalau untuk rakyat, maka rakyat yang mana? Harusnya kalau betul untuk rakyat maka sebaiknya dibangun rumah untuk rakyat yang fakir dan miskin tersebut. Kenyataannya PIK 1 dan 2 bukan untuk rakyat Indonesia pada umumnya tapi etnis China,” ujarnya.

 

FUUI mendukung keputusan MUI yang meminta penghentian proyek PIK 2 dan pencabutan status PSN-nya. KH Athian mempertanyakan motif di balik kemunculan MUN yang mengkritik MUI. “Kita justru menanyakan kelompok yang mengatasnamakan Majelis Ulama Nusantara (MUN) ini siapa sebenarnya? Apa kepentingannya? Mereka berbicara untuk siapa dan membela siapa? Membela umat atau penguasa atau sekelompok orang saja?” tanyanya.

 

KH.Athian menilai kehadiran MUN terkesan seperti membuat tandingan terhadap MUI, dengan perbedaan hanya pada kata “Indonesia” yang diganti “Nusantara”. Meski FUUI menghormati hak berorganisasi, namun ia mempertanyakan waktu kemunculan MUN dan sikapnya yang bertentangan dengan MUI yang merupakan representasi mayoritas ulama dari berbagai organisasi Islam di Indonesia.

KH Athian Ali
Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI), KH Athian Ali M.Dai , Lc.. MA ( foto: dok.pribadi)

KH Athian juga menyayangkan cara MUN yang memilih membentuk kelompok sendiri daripada memilih untuk berdiskusi langsung dengan MUI jika memiliki pandangan berbeda.

 

“Tentu ini menimbulkan keprihatinan di internal umat Islam sendiri. Di negeri ini begitu mudahnya orang mendapat gelar atau sebutan ulama. Sementara pernyataannya dinilai sangat jauh dari apa yang seharusnya diucapkan seorang ulama,” ungkapnya.

 

FUUI mengingatkan bahwa MUI telah berdiri sejak Juli 1975 dan telah memberikan bimbingan serta pencerahan kepada umat Islam Indonesia.

 

“Sejak berdirinya MUI hingga sekarang rasanya kita tidak menemukan Keputusan atau fatwa yang bertentangan dengan prinsip syariat Islam dan tidak menimbulkan kontroversial. Kita mengakui kehadiran MUI sangat membimbing umat Islam di Indonesia. Ini dirasakan bukan hanya umat Islam saja, bahkan pemerintah pun memerlukan MUI jika ada hal yang dirasakan perlu fatwa ulama dalam mengambil kebijakan atau aturan. Hal ini karena mengeluarkan pernyataan atau pun fatwa, MUI selalu melakukan kajian yang mendalam, mendiskusikan dan kemudian memusyawarahkan sehingga setiap fatwa atau pernyataan yang keluar dari MUI tidak akan menimbulkan kerugian atau kemudlorotan bagi bangsa dan negara ini,” terangnya.

 

Sementara itu, FUUI mempertanyakan latar belakang dan tujuan pendirian MUN. “Misalnya boleh mengelola atau menghidupkan tanah yang ‘mati’. Tetapi ini harusnya yang mengelola tanah tersebut adalah negara untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Bukan hanya untuk segolongan atau kelompok tertentu saja,” imbuhnya.

 

FUUI mengajak umat Islam untuk tetap mempercayakan persoalan keagamaan kepada MUI yang telah terbukti kompeten dan berpihak pada kepentingan serta kemaslahatan umat, termasuk dalam hal pendapat, pernyataan, dan fatwa yang mengatasnamakan ulama.

Example 300x600
Bisnis

Bulan Ramadan diyakini umat Islam menjadi bulan yang baik untuk memperbanyak amal dan kebaikan, demi meraih sebanyak-banyaknya pahala Tuhan. Selain itu bulan Ramadan juga menjadi sarana yang tepat untuk mempererat hubungan antar manusia, menanamkan nilai nilai moral dalam keluarga, sekaligus membentuk karakter yang baik kepada anak-anak agar memiliki rasa kepedulian terhadap sesama.

Hal inilah yang dilakukan Taro, makanan ringan legendaris yang telah 40 tahun menginspirasi berbagai generasi di Indonesia, dengan menghadirkan program Taro Hunt Ramadan (THR): Petualangan Berburu Kebaikan. Taro yang diproduksi PT FKS Food Sejahtera, menggelar Taro Rangers Family Adventure dengan mengundang semua kalangan mulai dari anak-anak, para orang tua serta puluhan anak yatim piatu.

Ratusan anak bermain dan belajar sambil bertualang bersama melalui kegiatan experiential learning yang sangat seru di sebuah wahana bermain Youreka, di dalam mal Kuningan City, Jakarta Selatan, hari Sabtu (15/3) lalu. Bagi para orang tua, Taro yang juga menggandeng Parentalk mengadakan seminar dan talkshow mengenai pendidikan dan pengasuhan anak dengan mengangkat tema tentang “5 Dasar Budi Pekerti Berpetualang Bersama Anak.”

Lantik Dubes
Headline

Presiden Prabowo Subianto melantik 31 duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (dubes LBBP) Republik Indonesia (RI) untuk negara sahabat, Senin (24/03/2025) di Istana Negara, Jakarta.

Al Quran
Headline

Kementerian Agama menerima dua rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) atas penulisan Mushaf Nusantara. Penghargaan ini diberikan dalam kategori jumlah kaligrafer terbanyak yang menulis Al-Qur’an secara serentak dalam waktu 10 jam, serta mushaf dengan corak iluminasi terbanyak.