BANDUNG, Kanal Berita – Pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh sekelompok Purnawirawan TNI yang berisi delapan poin tuntutan kepada pemerintah mendapatkan dukungan dari Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI). Dokumen pernyataan yang telah beredar luas di berbagai platform media sosial tersebut memuat beberapa tuntutan strategis, salah satunya yang paling menyita perhatian publik adalah usulan pergantian Wakil Presiden melalui mekanisme Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Apresiasi untuk Aspirasi Para Purnawirawan.
Ketua Umum FUUI, KH Athian Ali M.Dai, menyambut baik aspirasi yang disampaikan oleh para purnawirawan TNI tersebut. Ia menilai bahwa aspirasi yang disampaikan para purnawiraman tersebut patut mendapatkan apresiasi karena dilandasi oleh keprihatinan dan kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Delapan poin tersebut menunjukan kepedulian dari para patriot bangsa terhadap NKRI dalam merespon kondisi kekinian. Barangkali yang menjadi sorotan publik khususnya poin ke-8 yakni usulan pergantian Wapres lewat MPR,” ungkap KH Athian.
Menurut pandangan KH Athian, usulan pergantian Wakil Presiden tersebut “Sangat masuk akal dan logis , sebab posisi Wapres saat ini didapat dari prosedur yang bermasalah secara konstitusi,” terangnya.
Kritik Terhadap Keputusan MK
Dalam pernyataannya, KH Athian juga mengkritisi proses pengambilan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjadi dasar pencalonan Wakil Presiden. Ia menyoroti beberapa kejanggalan yang dinilai terjadi dalam proses tersebut.
“Misalnya saja, menurut seorang mantan pejabat pada pemerintahan Jokowi sekaligus juga pengamat politik dan tata negara, konon surat keputusan MK sendiri waktu itu ditandatangani di hari libur,” papar KH Athian.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa “Sidang etik MK memutuskan Ketua MK melanggar etika sehingga yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya. Ini kan jelas melanggar etik, tetapi mengapa keputusannya tetap berjalan, hingga muncul istilah untuk yang bersangkutan ‘anak haram konstitusi’?” tanyanya.
Keprihatinan Terhadap Citra Wakil Presiden
KH Athian mengungkapkan keprihatinannya terkait citra Wakil Presiden yang menurutnya acapkali menjadi bahan cemoohan di media sosial sejak masa pencalonan hingga terpilih. Ia menilai bahwa situasi ini merupakan fenomena baru dalam sejarah kepemimpinan di Indonesia.
“Sepanjang sejarah bangsa ini , baru kali ini ada Wapres yang seharusnya dihormati, namun kenyataannya sejak dari pencalonan hingga terpilih justru menjadi bahan cemoohan, candaan dan sindiran khususnya di media sosial,” jelasnya.
Kriteria Pemimpin Ideal
KH Athian juga mengkritisi kriteria ideal seorang pemimpin . Menurutnya, seorang pemimpin yang baik harus visioner, cerdas, berwibawa, dan memiliki tekad kuat untuk mensejahterakan rakyatnya. Selain itu, seorang pemimpin juga harus memiliki keterampilan, kapabilitas, dicintai serta mencintai rakyatnya dengan sepenuh hati.
“Tugas seorang wakil presiden misalnya, seharusnya lebih banyak berada dibelakang meja, memikirkan, menerima laporan, masukan dan mampu menggerakkan para pembantunya para Menteri dan para kepala daerah, bukan hanya sekedar blusukan dengan bagi-bagi susu misalnya, karena untuk hal seperti itu bisa dilakukan oleh aparat di kelurahan,” kritiknya.
Memilih Pemimpin dalam Perspektif Islam
KH Athian kemudian menganalogikan prinsip kepemimpinan dalam Islam dengan contoh pemilihan imam dalam shalat berjamaah. Menurutnya,” Seorang imam dipilih dan ditetapkan oleh jamaah secara musyawarah, murni semata-mata karena yang bersangkutan diyakini yang terbaik diantara jamaah sesuai kriteria dan syarat imam shalat yang dicontohkan Rasulullah Saw. Terbebas sepenuhnya dari kepentingan pribadi, keluarga atau kelompok dan kepentingan-kepentingan duniawi lainnya.
Begitu pula dengan wakilnya yang akan menggantikan jika imam tidak mampu melanjutkan atau berhalangan tetap, harus memiliki kriteria yang sama , minimal mendekati kemampuan imam yang sebelumnya.
Prinsip yang sangat mendasar dalam memilih pemimpin ini haruslah menjadi perhatian dan tekad semua pihak, demi keselamatan dan kelangsungan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sebab dalam keyakinan KH Athian dengan mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari – Muslim: “Jika suatu urusan (perkara) diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”
Poin Lain Yang Disoroti
Selain isu pergantian Wakil Presiden, KH Athian juga menanggapi beberapa poin lain dari tuntutan para Purnawirawan TNI, seperti kasus PIK-1 PIK-2 dan Rempang yang menurutnya, benwr sekali apa yang telah dinyatajan dalam pernyataan sikap para purnawirawan TNI, bahwasanya proyek tersebut sangat tidak berpihak pada rakyat dan hanya menguntungkan para oligarki serta segelintir orang saja.
Analisis Para Pengamat
Menanggapi pernyataan sikap Purnawirawan TNI dan dukungan dari FUUI, seorang pengamat politik dari salah satu universitas terkemuka di Indonesia menilai bahwa fenomena ini menunjukkan adanya keresahan di kalangan tokoh masyarakat terhadap kondisi tata kelola negara saat ini.
“Ini merupakan indikasi bahwa ada persoalan dalam sistem pemerintahan yang perlu dibenahi. Aspirasi dari mereka yang telah mendedikasikan hidupnya untuk negara seperti para purnawirawan TNI seharusnya menjadi masukan yang konstruktif bagi pemerintah,” ujar pengamat tersebut.
Sementara itu, pakar hukum tata negara yang dihubungi secara terpisah menyatakan bahwa usulan pergantian Wakil Presiden melalui mekanisme MPR memang dimungkinkan secara konstitusional, namun implementasinya memerlukan proses politik yang kompleks dan dukungan dari berbagai pihak.
“Secara konstitusional, MPR memiliki wewenang untuk memilih Wakil Presiden dalam kondisi tertentu, seperti jika terjadi kekosongan jabatan. Namun, apakah kondisi saat ini memenuhi syarat untuk itu, diperlukan kajian yang lebih mendalam,” jelasnya.
Sikap Pemerintah
Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah belum memberikan pernyataan resmi terkait delapan poin tuntutan dari Purnawirawan TNI tersebut. Namun, beberapa pengamat menilai bahwa sikap pemerintah dalam merespons kritik dari berbagai pihak akan menjadi ujian bagi kualitas demokrasi di Indonesia.
“Kritik dan masukan dari masyarakat, termasuk dari para tokoh seperti purnawirawan TNI dan ulama, adalah bagian dari dinamika demokrasi yang sehat. Bagaimana pemerintah merespons hal ini akan menentukan arah perkembangan demokrasi kita ke depan,” kata seorang analis politik.
Fenomena ini juga menjadi refleksi tentang pentingnya komunikasi politik yang baik antara pemerintah dan masyarakat. Keterbukaan dalam menerima kritik dan masukan konstruktif akan memperkuat legitimasi pemerintahan dan memperbaiki kualitas kebijakan publik yang dihasilkan.
Semua pihak berharap agar pemerintah dapat merespons aspirasi tersebut dengan bijak dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan tata kelola negara demi kepentingan rakyat Indonesia secara keseluruhan.
8 Poin Tuntutan Purnawirawan TNI
Sebagaimana diketahui telah beredar dokumen pernyataan sikap Purnawirawan TNI itu beredar di media sosial. Ada 8 poin tuntutan yang dilayangkan kepada pemerintah saat ini.
Dokumen itu ditandatangani oleh 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Sedangkan sejumlah tokoh purnawirawan TNI yang membubuhkan tanda tangan di pernyataan sikap itu adalah mantan Wapres Jenderal TNI (Purn) Try Soetrisno, mantan Wakil Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan mantan KSAU Masekal TNI (Purn) Hanafi Asnan.
Berikut 8 poin tuntutan Purnawirawan TNI:
1.Kembali ke UUD 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.
2.Mendukung Program Kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.
3.Menghentikan PSN PIK 2, PSN Rempang, dan kasus-kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat, serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
4.Menghentikan tenaga kerja asing China yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja China ke negara asalnya.
5.Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.
6.Melakukan reshuffle kepada para menteri yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para pejabat dan aparat negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
7.Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
8.Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. [ ]