JAKARTA, Kanal Berita – Indonesia bersiap menerapkan kebijakan perpajakan baru di sektor transportasi yang akan berlaku pada tahun 2025. Kebijakan ini memperkenalkan dua komponen pajak tambahan untuk kendaraan bermotor, yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara tetapi juga mendorong terciptanya sistem transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Inisiatif yang berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ini menghadirkan perubahan signifikan dalam struktur perpajakan kendaraan bermotor. Perubahan tersebut mencakup penambahan dua jenis pungutan baru dalam bentuk pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Dengan diberlakukannya kebijakan baru ini, pemilik kendaraan bermotor akan dihadapkan pada tujuh komponen pajak yang wajib dibayarkan. Komponen-komponen tersebut meliputi BBN KB, opsen BBN KB, PKB, opsen PKB, SWDKLLJ, Biaya Administrasi STNK, dan biaya administrasi TNKB.
Untuk meningkatkan transparansi, pemerintah akan melakukan pembaruan pada format Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dengan menambahkan dua kolom baru pada lembar belakang atau Surat Ketetapan Kewajiban Pembayaran (SKKP) yang secara khusus mencantumkan informasi opsen PKB dan opsen BBNKB.
Mekanisme perhitungan pajak baru ini menggunakan sistem persentase tambahan sebesar 66 persen dari nilai dasar pajak. Sebagai ilustrasi, jika seorang pemilik kendaraan memiliki PKB senilai Rp400.000, maka akan dikenakan tambahan sebesar Rp264.000 yang merupakan hasil perhitungan 66 persen dari nilai PKB awal.
Dengan demikian, total PKB yang harus dibayarkan menjadi Rp664.000. Metode perhitungan yang sama juga diterapkan untuk opsen BBNKB, di mana pemilik kendaraan akan dikenakan tambahan 66 persen dari nilai BBNKB yang telah ditetapkan.
Untuk memudahkan proses administrasi dan pembayaran, kedua komponen pajak baru ini – opsen PKB dan opsen BBNKB – akan ditagihkan bersamaan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor reguler. Sistem pembayaran terpadu ini dirancang untuk mengefisienkan proses pembayaran dan mengurangi beban administratif, baik bagi pemilik kendaraan maupun pihak pengelola pajak.
Langkah strategis ini merupakan bagian dari upaya komprehensif pemerintah dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan, khususnya di sektor transportasi. Dengan menerapkan pajak tambahan ini, pemerintah berharap dapat mendorong perubahan perilaku masyarakat menuju penggunaan kendaraan yang lebih ramah lingkungan, sekaligus berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca.
Kebijakan perpajakan baru ini juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam mengoptimalkan pengelolaan pajak kendaraan bermotor. Sistem pembayaran terpadu yang diterapkan tidak hanya akan mempermudah proses pemantauan dan pelaporan pembayaran pajak, tetapi juga meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan secara keseluruhan.
Melalui implementasi kebijakan ini, pemerintah mengambil langkah strategis dalam menyeimbangkan kepentingan peningkatan pendapatan negara dengan upaya pelestarian lingkungan. Pengenaan pajak tambahan ini diharapkan dapat menjadi instrumen efektif dalam mendorong masyarakat untuk lebih mempertimbangkan aspek lingkungan dalam pemilihan dan penggunaan kendaraan bermotor, sambil tetap memberikan kontribusi positif bagi pembangunan nasional melalui peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan.